Senin, 26 Maret 2012

pembangkit listrik tenaga angin


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.       Sejarah perkembangan teknologi PLTB
Pemanfaatan tenaga angin sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah peradaban. Sudah berabad-abad lamanya manusia menggunakan angin sebagai tenaga penggerak kapal yang dipakai untuk mengarungi samudera dan menjelajah semesta. Konon, pada abad ke-17 SM, bangsa Babilonia kuno pun sudah menggunakan tenaga angin untuk sistem irigasi. Turbin angin pertama sebagai pembangkit listrik berupa sebuah kincir angin tradisional dibuat oleh Poul La Cour di Denmark lebih dari 100 tahun yang lalu. Kemudian pada awal abad ke-20 mulai ada mesin eksperimen untuk turbin angin. Pengembangan lebih serius dilakukan pada saat terjadi krisis minyak di era 1970-an dimana banyak pemerintah di seluruh dunia mulai mengeluarkan dana untuk riset dan pengembangan sumber energi baru atau energi alternatif. Diawal 80-an terlihat pengembangan utama dilakukan di California dengan pembangunan ladang PLTB dengan ratusan turbin kecil. Sehingga sampai akhir dekade tersebut sudah dibangun 15.000 turbin angin dengan kapasitas pembangkit total sebesar 1.500 MW di daerah itu. Di era 80-an tersebut juga diikuti pemangkasan subsidi pemerintah untuk dana pengembangan turbin angin ini.
Di Denmark, pemerintah tetap mendukung secara kontinu serta tetap mengawal pengembangan teknologi turbin angin ini.Akibatnya, teknologi dasar mereka tetap terpelihara dan tidak menghilang. Sehingga pada saat energi angin kembali menguat diawal 90-an, banyak perusahan yang bergerak dibidang ini mampu merespon dengan cepat dan hasilnya mereka mampu mendominasi pasar hingga saat ini. Sebagian besar ladang turbin angin yang terpasang masih di daratan. Hasil studi yang diadakan hingga akhir tahun 2002, kapasitas total terpasang untuk turbin angin darat berkisar 24 Giga Watt (GW) dan dipasang lebih dari 3 tahun terakhir. Lalu instalasi pertahunnya telah mencapai 4 GW. Saat ini laju rata-rata turbin terpasang secara internasional sudah mendekati 1 MW per unit. Dengan keberhasilan pengembangan dalam skala yang ekonomis tersebut, saat ini energi angin sudah mampu bersaing dengan pembangkit listrik lainnya seperti batubara maupun nuklir untuk daerah dimana banyak potensi angin. Perkembangan teknologi tenaga angin di Indonesia dirintis oleh Ridho Hantaro, ST.MT pilot proyek sederhana bertemakan “renewable energy” hingga memenangkan “Brits Award for Poverty Alleviation 2006″. Proyek ini adalah pembuatan turbin angin pembangkit listrik di pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Turbin angin berdiameter rotor 4 meter dengan 6 buah daun alumunium ini mampu menghasilkan daya hingga 1 KW dengan tiang penopang setinggi 8 meter.
2.2.       Komponen PLTB
2.2.1.  Turbin angin
Sebuah pembangkit listrik tenaga angin dapat dibuat dengan menggabungkan beberapa turbin angin sehingga menghasilkan listrik ke unit penyalur listrik. Listrik dialirkan melalui kabel transmisi dan didistribusikan ke rumah-rumah, kantor, sekolah, dan sebagainya. Turbin angin dapat memiliki tiga buah bilah turbin. Jenis lain yang umum adalah jenis turbin dua bilah. Turbin angin bekerja sebagai kebalikan dari kipas angin. Bukannya menggunakan listrik untuk membuat angin, seperti pada kipas angin, turbin angin menggunakan angin untuk membuat listrik. Angin akan memutar sudut turbin, kemudian memutar sebuah poros yang dihubungkan dengan generator, lalu menghasilkan listrik. Turbin untuk pemakaian umum berukuran 50-750 kilowatt. Sebuah turbin kecil, kapasitas 50 kilowatt, digunakan untuk perumahan, piringan parabola, atau pemompaan air.
2.2.1.1.      Jenis turbin angin
1. turbin dengan Sumbu horizontal.
Turbin yang paling umum digunakan. Turbin angin jenis ini memiliki sudu yang berputar dengan arah vertikal seperti propeler pesawat terbang. Turbin angin biasanya memiliki sudu dengan bentuk irisan melintang khusus di mana aliran pada salah satu sisinya dapat bergerak  lebih cepat dari aliran udara di sisi lain pada saat angin berhembus melaluinya. Fenomena ini menimbulkan daerah tekanan rendah pada belakang sudu dan dan daerah tekanan tinggi di depan sudu. Perbedaan tekanan ini yang menghasilkan gaya dan menyebabkan sudu berputar.
2. turbin dengan Sumbu vertikal.
Turbin angin jenis ini menggunakan prinsip kerja yang sama dengan sumbu horizontal. Akan tetapi, sudunya berputar dalam bidang yang paralel dengan tanah, seperti mixer kocokan telur. Pada umumnya, turbin yang memiliki jumlah baling-baling yang banyak akan memiliki torsi yang besar. Turbin angin jenis ini banyak digunakan untuk keperluan mekanikal seperti untuk pemompaan air, pengolahan hasil pertanian, dan aerasi tambak. Sedangkan turbin angin dengan baling-baling sedikit, digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Turbin angin jenis ini memiliki torsi yang kecil tetapi putaran rotor yang tinggi.


Gambar dibawah ini menunjukkan beberapa model turbin angin:

 
Single blade    double blade        three blade                       multi blade

 
         Upwind                              down wind                     Enfield Andreu

                              Gambar. berbagai jenis turbin horizontal

 
    Savonius          Savonius muti blade                     plate                          cuped

                                 Gambar. Jenis turbin angin vertical tipe drag




2.2.1.2.      Komponen turbin angin
Komponen utama turbin angin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
listrik

1.    AnemometerMengukur kecepatan angin, dan mengirim data angin ini ke Alat Pengontrol.
2.    Blades (Bilah Kipas): Kebanyakan turbin angin mempunyai 2 atau 3 bilah kipas. Angin yang menghembus menyebabkan turbin tersebut berputar.
3.    Brake (Rem): Suatu rem cakram yang dapat digerakkan secara mekanis, dengan tenaga listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau saat keadaan darurat. 
4.    Controller (Alat Pengontrol): Alat Pengontrol ini menstart turbin pada kecepatan angin kira-kira 12-25 km/jam, dan mematikannya pada kecepatan 90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di atas 90 km/jam, karena angina terlalu kencang dapat merusakkannya.
5.    Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi kira-kira 1000-1800 rpm yaitu putaran yang biasanya disyaratkan untuk memutar generator listrik.
6.    Generator: Generator pembangkit listrik, biasanya sekarang alternator arus bolak-balik.
7.    High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi): Menggerakkan generator.
8.    Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros turbin yang berputar kira-kira 30-60 rpm.
9.    Nacelle (Rumah Mesin): Rumah mesin ini terletak di atas menara . Di dalamnya berisi gear-box, poros putaran tinggi / rendah, generator, alat pengontrol, dan alat pengereman.
10. Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur kecepatan rotor yang dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu kencang.
11. Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan rotor.
12. Wind direction (Arah Angin): pada gambar adalah turbin yang menghadap angin, desain turbin lain ada yang mendapat hembusan angin dari belakang.
13. Wind vane (Tebeng Angin): Mengukur arah angin, berhubungan dengan penggerak arah yang memutar arah turbin disesuaikan dengan arah angin.
14. Yaw drive (Penggerak Arah): Penggerak arah memutar turbin ke arah angin untuk desain turbin yang menghadap angina. Untuk desain turbin yang mendapat hembusan angina dari belakang tak memerlukan alat ini.
15. Yaw motor (Motor Penggerak Arah): Motor listrik yang menggerakkan penggerak arah.  
Yang perlu diperhatikan dalam mendesain turbin angin adalah:
1.  Jumlah sudu – sudu
2.  Orientasi rotor (tower up wind dan down wind)
3.  Desain penghubung poros
4.  Material sudu (profil dan metode konstruksi)
5.  Kecepatan turbin
6.  Kendali arah
7.  Jenis generator (sinkron atau asinkron)
8.  menggunakan gearbox atau terhubung langsung dengan generator.
2.2.1.3.      Pengontrol instrumentasi turbin angin
Pengontrolan instrumentasi yang diterapkan pada turbin angin adalah :
1.      Cut out speed Adakalanya saat turbin berputar dengan terlalu cepat dari kecepatan turbin maksimal. Disaat ini angin yang melalui turbin justru malah ditolak oleh turbin. Sehingga turbin mengalami perlambatan kecepatan sehingga energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik lebih rendah dari energi optimum yang dapat dihasilkan.Oleh karena itu, pengontrolan kecepatan angin diperlukan dengan cara cut out speed. Pengertian cut out speed ialah kecepatan dimana turbin angin akan mengurangi kekuatatannya untuk melindungi dirinya dari kecepatan angin yang berlebih. Kebanyakan pada turbin angin kecil hal ini dilakukan dengan cara memasang ekor sehingga dapat mengelak dari angin.
2.      Cut in speed  Pembangkit listrik tenaga turbin memiliki syarat kecepatan minimum untuk dapat menghasilkan energi. Adakalanya pada saat tertentu, kecepatan angin terlalu rendah untuk dapat memutar turbin yang dapat menghasilkan energi. Walaupun pembangkit listrik sudah dipasang di daerah yang memiliki potensi angin baik. Oleh karena itu, pengontrolan instrumentasi diperlukan dengan cara cut in speed. Cut in speed ialah penambahan kecepatan perputaran turbin. Dengan cara ini pembangkit listrik tenaga angin dapat dipertahankan energi optimumnya.

2.2.1.4.      Gaya yang bekerja pada sudu - sudu turbin angin



Gaya-gaya yang bekerja pada sudu-sudu turbin angin pada asasnya terdiri atas tiga komponen yaitu :
·             Gaya aksial a, yang mempunyai arah sama dengan angin. Gaya ini harus ditampung oleh poros dan bantalan.
·             Gaya sentrifugal s, yang meninggalkan titik tengah. Bila kipas bentuknya simetrik, semua gaya sentrifugal s akan saling meniadakan atau resultannya sama denga nol.
·             Gaya tangensial t, yang menghasilkan momen, bekerja tegak lurus pada radius dan yang merupakan gaya produktif.
2.2.2.  Tower
Tower/Tiang/Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi. Karena kencangnya angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi menara makin besar tenaga yang didapat.
Untuk pemasangan tiang dilakukan dengan cara menyambungkan tiang satu persatu. Tiang paling bawah memiliki engsel pada bagian pangkalnya dan pada Tiang tertentu terdapat cuping untuk kawat sling berjumlah 3. Setiap tiang memiliki tangga. Dalam pemasangan tiang dimulai  dengan memasukkan lubang lempengan (baseplate) tiang paling bawah ke dalam baut yang sudah ada pada pondasi, biarkan engsel baseplate terbuka sehingga tiang paling bawah berada pada posisi duduk. (seperti gambar berikut):

Text Box: 1Text Box: 2 


Untuk menyambung antar tiang maka Pertemukan ujung tiang satu dengan tiang yang lain dengan mempertemukan guratan yang sama pada pertemuan flens tiang. Masukkan baut dan kencangkan.

2.2.3.   Penyimpan energi (baterai)
Karena keterbatasan ketersediaan akan energi angin (tidak sepanjang hari angin akan selalu tersedia) maka ketersediaan listrik pun tidak menentu. Oleh karena itu digunakan alat penyimpan energi yang berfungsi sebagai back-up energi listrik. Ketika beban penggunaan daya listrik masyarakat meningkat atau ketika kecepatan angin suatu daerah sedang menurun, maka kebutuhan permintaan akan daya listrik tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu kita perlu menyimpan sebagian energi yang dihasilkan ketika terjadi kelebihan daya pada saat turbin angin berputar kencang atau saat penggunaan daya pada masyarakat menurun.
2.2.4.  Instalasi panel
Instalasi panel adalah salah satu bagian dari PLTB. Dalam instalasi panel terdapat komponen – komponen yang berfungsi untuk memanfaatkan energy listrik yang dihasilkan oleh generator dan penyalurannya terhadap pengguna atau pemakai listrik hasil konversi energy angin menjadi energy listrik tersebut. Dalam instalasi panel terdapat MCB,Fuse, yang berfungsi sebagai pengaman dan inverter yang berfangsi sebagai pengubah arus DC menjadi AC sehingga energy listrik yang dihasilkan dapat digunakan oleh beban AC atau peralatan yang mengandung unsure arus AC. Pada instalasi panel ini fungsi utamanya adalah untuk mengontrol dan memonitor frekuensi, daya, arus dan tegangan yang dihasilkan oleh generator pada turbin angin dan juga yang disuplai atau yg digunakan oleh pelanggan.

2.3.       Cara kerja PLTB
Cara kerja dari pembangkitan listrik tenaga angin ini yaitu awalnya energi angin memutar turbin angin. Turbin angin bekerja berkebalikan dengan kipas angin (bukan menggunakan listrik untuk menghasilkan listrik, namun menggunakan angin untuk menghasilkan listrik).  Kemudian angin akan memutar sudut turbin, lalu diteruskan untuk memutar rotor pada generator di bagian belakang turbin angin. Generator mengubah energi gerak menjadi energi listrik dengan teori medan elektromagnetik, yaitu poros pada generator dipasang dengan material ferromagnetik permanen. Setelah itu di sekeliling poros terdapat stator yang bentuk fisisnya adalah kumparan-kumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan melalui kabel jaringan listrik untuk akhirnya digunakan oleh masyarakat. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh generator ini berupa AC (alternating current) yang memiliki bentuk gelombang kurang lebih sinusoidal. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Hal ini dilakukan sebagai back-up energi listrik. Ketika beban penggunaan daya listrik masyarakat meningkat atau ketika kecepatan angin suatu daerah sedang menurun, maka kebutuhan permintaan akan daya listrik tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu kita perlu menyimpan sebagian energi yang dihasilkan ketika terjadi kelebihan daya pada saat turbin angin berputar kencang atau saat penggunaan daya pada masyarakat menurun.
Secara sederhana sketsa turbin angin adalah sebagai berikut :
http://nugrohoadi.files.wordpress.com/2008/05/sketsa-kincir-angin1.jpg?w=400&h=622
Syarat – syarat dan kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut:
http://nugrohoadi.files.wordpress.com/2008/05/magical-snap-20080226-1030-004.jpg?w=400&h=330
http://nugrohoadi.files.wordpress.com/2008/05/magical-snap-20080226-1043-006.jpg?w=400&h=219
Dari table diatas angin untuk kelas 3 adalah batas minimum, dan angin kelas 8 adalah batas maksimum dari energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik atau dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga angin (PLTB).

2.4.       Potensi Energi dan Peluang Implementasi PLTB di Indonesia
Berdasarkan data Kementrian ESDM, Indonesia yang memiliki pantai sepanjang 80.791,42 km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan PLTB. Kecepatan angin di Indonesia secara umum antara 4 m/detik hingga 5 m/detik. Di daerah pantai kecepatan anginnya dapat mencapai 10 m/detik. Dengan kecepatan tersebut, pembangunan pembangkit listrik tenaga angin masih kurang ekonomis. Namun, jika dibangun dengan ketinggian tertentu dan diameter baling-baling yang besar dapat dihasilkan energi listrik dengan potensi kapasitas 10-100 kW. Selain memiliki garis pantai yang sangat besar, Indonesia memiliki sekitar 17.508 pulau (data dari Indonesian Naval Hydro Oceanographic Office) dan pada kenyataannya operasional PLN tidak sanggup membiayai pemasangan listrik hingga ke pulau-pulau terpencil seperti Sapeken, maka teknologi sederhana seperti ini tentu sangat tepat untuk dikembangkan dan dijalankan.Oleh karena itu, sebenarnya implementasi PLTB di Indonesia sangat dibutuhkan, karena daerah pulau pulau yang terpencil di Indonesia yang tidak bisa terjangkau listrik PLN umumnya merupakan daerah pantai dan cocok untuk PLTB. Namun secara komersil, PLTB memang harus memenuhi beberapa syarat, syarat-syarat tersebut adalah:
1.    Lokasi PLTB memiliki kecepatan angin rata-rata tahunan yang cukup (>5 m/detik) dan konsisten sepanjang tahun.
2.    Demand (kebutuhan) energi yang masih kurang di lokasi tersebut.
3.    Jangkauan terhadap jaringan distribusi (grid) listrik tidak terlampau jauh.
4.    Harga teknologi yang kompetitif.
5.    Harga beli listrik oleh pengguna yang tepat.
6.    Tersedianya infrastruktur pendukung yang memadai di sekitar lokasi.
Hasil penelitian LAPAN ada beberapa daerah yang mempunyai kecepatan angin rata –rata >5m/s yang berpotensi untuk pembangkit tenaga angin (PLTB). Berikut ini pengelompokannya:
Kelas
Kecepatan angin
m/s
Daya spesifik
W/m2
Kapasitas
kW
Lokasi
Skala kecil
2,5-4,0
<75
s/d 10
Jawa,NTT,NTB, Maluku,Sulawesi
Skala sedang
4,0-5,0
75-150
10-100
NTB,NTT,SulSel, SulTra,selatan Jawa
Skala besar
>5,0
>150
>100
SulSel,NTB,NTT, Pantai selatan Jawa

Secara umum tempat yang cocok untuk pemasangan turbin angin antara lain adalah:
1.    Celah antara gunung, tempat dijadikan nozzle yang mempercepat aliran angin
2.    Dataran terbuka. Karena tidak ada penghalang yang dapat memperlambat angin. Daratan yang luas mempunyai potensi energi angin yang besar.
3.    Pesisir pantai. Perbedaan suhu darat dan laut menyebabkan angin bertiup terus menerus.
Implementasi nyata PLTB di Indonesia dapat dilihat pada tahun 2009, kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin di seluruh Indonesia mencapai 1,4 MW (WWEA 2010) yang tersebar di Pulau Selayar (Sulawesi Utara), Nusa Penida (Bali), Yogyakarta, dan Bangka Belitung. Melihat potensi wilayah pantai yang cukup luas, pemanfaatan tenaga angin sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut.


2.5.       Kelebihan dan Kekurangan PLTB
Keuntungan utama dari penggunaan pembangkit listrik tenaga angin secara prinsipnya adalah disebabkan karena sifatnya yang terbarukan. Hal ini berarti eksploitasi sumber energi ini tidak akan membuat sumber daya angin yang berkurang seperti halnya penggunaan bahan bakar fosil. Oleh karenanya tenaga angin dapat berkontribusi dalam ketahanan energi dunia di masa depan. Tenaga angin juga merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, dimana penggunaannya tidak mengakibatkan emisi gas buang atau polusi yang berarti ke lingkungan. 
Penetapan sumber daya angin dan persetujuan untuk pengadaan ladang angin merupakan proses yang paling lama untuk pengembangan proyek energi angin. Hal ini dapat memakan waktu hingga 4 tahun dalam kasus ladang angin yang besar yang membutuhkan studi dampak lingkungan yang luas.
Emisi karbon ke lingkungan dalam sumber listrik tenaga angin diperoleh dari proses manufaktur komponen serta proses pengerjaannya di tempat yang akan didirikan pembangkit listrik tenaga angin. Namun dalam operasinya membangkitkan listrik, secara praktis pembangkit listrik tenaga angin ini tidak menghasilkan emisi yang berarti. Jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan batubara, emisi karbon dioksida pembangkit listrik tenaga angin ini hanya seperseratusnya saja. Disamping karbon dioksida, pembangkit listrik tenaga angin menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen oksida, polutan atmosfir yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan menggunakan batubara ataupun gas. Namun begitu, pembangkit listrik tenaga angin ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan, terdapat beberapa masalah yang terjadi akibat penggunaan sumber energi angin sebagai pembangkit listrik, diantaranya adalah dampak visual , derau suara, beberapa masalah ekologi, dan keindahan.
Dampak visual biasanya merupakan hal yang paling serius dikritik. Penggunaan ladang angin sebagai pembangkit listrik membutuhkan luas lahan yang tidak sedikit dan tidak mungkin untuk disembunyikan. Penempatan ladang angin pada lahan yang masih dapat digunakan untuk keperluan yang lain dapat menjadi persoalan tersendiri bagi penduduk setempat. Selain mengganggu pandangan akibat pemasangan barisan pembangkit angin, penggunaan lahan untuk pembangkit angin dapat mengurangi lahan pertanian serta pemukiman. Hal ini yang membuat pembangkitan tenaga angin di daratan menjadi terbatas. Beberapa aturan mengenai tinggi bangunan juga telah membuat pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dapat terhambat. Penggunaan tiang yang tinggi untuk turbin angin juga dapat menyebabkan terganggunya cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah penduduk. Perputaran sudu-sudu menyebabkan cahaya matahari yang berkelap-kelip dan dapat mengganggu pandangan penduduk setempat.
Efek lain akibat penggunaan turbin angin adalah terjadinya derau frekuensi rendah. Putaran dari sudu-sudu turbin angin dengan frekuensi konstan lebih mengganggu daripada suara angin pada ranting pohon. Selain derau dari sudu-sudu turbin, penggunaan gearbox serta generator dapat menyebabkan derau suara mekanis dan juga derau suara listrik. Derau mekanik yang terjadi disebabkan oleh operasi mekanis elemen-elemen yang berada dalam nacelle atau rumah pembangkit listrik tenaga angin. Dalam keadaan tertentu turbin angin dapat juga menyebabkan interferensi elektromagnetik, mengganggu penerimaan sinyal televisi atau transmisi gelombang mikro untuk perkomunikasian.
Penentuan ketinggian dari turbin angin dilakukan dengan menganalisa data turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis merupakan fungsi dari banyak faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran, kecepatan angin, turbulensi aliran masuk. Derau aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu kecepatan perputaran rotor perlu dibatasi di bawah 70m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa penggunaan skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah iklim lokal maupun global karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah turbulensi udara pada daerah atmosfir.
Pengaruh ekologi yang terjadi dari penggunaan pembangkit tenaga angin adalah terhadap populasi burung dan kelelawar. Burung dan kelelawar dapat terluka atau bahkan mati akibat terbang melewati sudu-sudu yang sedang berputar. Namun dampak ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kematian burung-burung akibat kendaraan, saluran transmisi listrik dan aktivitas manusia lainnya yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil. Dalam beberapa studi yang telah dilakukan, adanya pembangkit listrik tenaga angin ini dapat mengganggu migrasi populasi burung dan kelelawar. Pembangunan pembangkit angin pada lahan yang bertanah kurang bagus juga dapat menyebabkan rusaknya lahan di daerah tersebut.
Ladang angin lepas pantai memiliki masalah tersendiri yang dapat mengganggu pelaut dan kapal-kapal yang berlayar. Konstruksi tiang pembangkit listrik tenaga angin dapat mengganggu permukaan dasar laut. Hal lain yang terjadi dengan konstruksi di lepas pantai adalah terganggunya kehidupan bawah laut. Efek negatifnya dapat terjadi seperti di Irlandia, dimana terjadinya polusi yang bertanggung jawab atas berkurangnya stok ikan di daerah pemasangan turbin angin. Studi baru-baru ini menemukan bahwa ladang pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menambah 80 – 110 dB kepada noise frekuensi rendah yang dapat mengganggu komunikasi ikan paus dan kemungkinan distribusi predator laut. Namun begitu, ladang angin lepas pantai diharapkan dapat menjadi tempat pertumbuhan bibit-bibit ikan yang baru. Karena memancing dan berlayar di daerah sekitar ladang angin dilarang, maka spesies ikan dapat terjaga akibat adanya pemancingan berlebih di laut.
Dalam operasinya, pembangkit listrik tenaga angin bukan tanpa kegagalan dan kecelakaan. Kegagalan operasi sudu-sudu dan juga jatuhnya es akibat perputaran telah menyebabkan beberapa kecalakaan dan kematian. Kematian juga terjadi kepada beberapa penerjun dan pesawat terbang kecil yang melewati turbin angin. Reruntuhan puing-puing berat yang dapat terjadi merupakan bahaya yang perlu diwaspadai, terutama di daerah padat penduduk dan jalan raya. Kebakaran pada turbin angin dapat terjadi dan akan sangat sulit untuk dipadamkan akibat tingginya posisi api sehingga dibiarkan begitu saja hingga terbakar habis. Hal ini dapat menyebarkan asap beracun dan juga dapat menyebabkan kebakaran berantai yang membakar habis ratusan acre lahan pertanian. Hal ini pernah terjadi pada Taman Nasional Australia dimana 800 km2 tanah terbakar. Kebocoran minyak pelumas juga dapat teradi dan dapat menyebabkan terjadinya polusi daerah setempat, dalam beberapa kasus dapat mengkontaminasi air minum.
Meskipun dampak-dampak lingkungan ini menjadi ancaman dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin, namun jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil, dampaknya masih jauh lebih kecil. Selain itu penggunaan energi angin dalam kelistrikan telah turut serta dalam mengurangi emisi gas buang.