LANDASAN TEORI
2.1.
Sejarah perkembangan teknologi PLTB
Pemanfaatan
tenaga angin sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah peradaban. Sudah
berabad-abad lamanya manusia menggunakan angin sebagai tenaga penggerak kapal
yang dipakai untuk mengarungi samudera dan menjelajah semesta. Konon, pada abad
ke-17 SM, bangsa Babilonia kuno pun sudah menggunakan tenaga angin untuk sistem irigasi. Turbin angin pertama sebagai
pembangkit listrik berupa sebuah kincir angin tradisional dibuat oleh Poul La
Cour di Denmark lebih dari 100 tahun yang lalu. Kemudian pada awal abad ke-20
mulai ada mesin eksperimen untuk turbin angin. Pengembangan lebih serius
dilakukan pada saat terjadi krisis minyak di era 1970-an dimana banyak
pemerintah di seluruh dunia mulai mengeluarkan dana untuk riset dan
pengembangan sumber energi baru atau energi alternatif. Diawal 80-an terlihat
pengembangan utama dilakukan di California dengan pembangunan ladang PLTB
dengan ratusan turbin kecil. Sehingga sampai akhir dekade tersebut sudah dibangun 15.000 turbin angin
dengan kapasitas pembangkit total sebesar 1.500 MW di daerah itu. Di era 80-an
tersebut juga diikuti pemangkasan subsidi pemerintah untuk dana pengembangan turbin angin
ini.
Di
Denmark, pemerintah tetap mendukung secara kontinu serta tetap mengawal
pengembangan teknologi turbin angin ini.Akibatnya, teknologi dasar mereka tetap
terpelihara dan tidak menghilang. Sehingga pada saat energi angin kembali
menguat diawal 90-an, banyak perusahan yang bergerak dibidang ini mampu merespon
dengan cepat dan hasilnya mereka mampu mendominasi pasar hingga saat ini. Sebagian besar ladang turbin angin yang
terpasang masih di daratan. Hasil studi yang diadakan hingga akhir tahun 2002,
kapasitas total terpasang untuk turbin angin darat berkisar 24 Giga Watt (GW) dan dipasang lebih dari 3
tahun terakhir. Lalu instalasi pertahunnya telah mencapai 4 GW. Saat ini laju
rata-rata turbin terpasang secara internasional sudah mendekati 1 MW per unit.
Dengan keberhasilan pengembangan dalam skala yang ekonomis tersebut, saat ini
energi angin sudah mampu bersaing dengan pembangkit listrik lainnya seperti
batubara maupun nuklir untuk daerah dimana banyak potensi angin. Perkembangan teknologi tenaga angin di
Indonesia dirintis oleh Ridho Hantaro, ST.MT pilot proyek sederhana bertemakan
“renewable energy” hingga memenangkan “Brits Award for Poverty Alleviation
2006″. Proyek ini adalah pembuatan turbin angin pembangkit listrik di pulau
Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Turbin angin berdiameter rotor 4 meter dengan 6 buah daun alumunium ini
mampu menghasilkan daya hingga 1 KW dengan tiang penopang setinggi 8 meter.
2.2. Komponen
PLTB
2.2.1. Turbin
angin
Sebuah pembangkit listrik tenaga
angin dapat dibuat dengan menggabungkan beberapa turbin angin
sehingga menghasilkan listrik ke unit penyalur listrik. Listrik dialirkan
melalui kabel transmisi dan didistribusikan ke rumah-rumah, kantor, sekolah,
dan sebagainya. Turbin angin dapat memiliki tiga buah bilah turbin. Jenis lain
yang umum adalah jenis turbin dua bilah. Turbin angin bekerja sebagai kebalikan
dari kipas angin. Bukannya menggunakan listrik untuk membuat angin, seperti
pada kipas angin, turbin angin menggunakan angin untuk membuat listrik. Angin akan
memutar sudut turbin, kemudian memutar sebuah poros yang dihubungkan dengan
generator, lalu menghasilkan listrik. Turbin untuk pemakaian umum berukuran
50-750 kilowatt. Sebuah turbin kecil, kapasitas 50 kilowatt, digunakan untuk
perumahan, piringan parabola, atau pemompaan air.
2.2.1.1. Jenis
turbin angin
1. turbin dengan
Sumbu horizontal.
Turbin yang paling umum digunakan.
Turbin angin jenis ini memiliki sudu yang berputar dengan arah vertikal seperti
propeler pesawat terbang. Turbin angin biasanya memiliki sudu dengan bentuk
irisan melintang khusus di mana aliran pada salah satu sisinya dapat bergerak lebih
cepat dari aliran udara di sisi lain pada saat angin berhembus melaluinya.
Fenomena ini menimbulkan daerah tekanan rendah pada belakang sudu dan dan
daerah tekanan tinggi di depan sudu. Perbedaan tekanan ini yang menghasilkan
gaya dan menyebabkan sudu berputar.
2. turbin dengan Sumbu vertikal.
Turbin angin jenis ini menggunakan prinsip kerja yang
sama dengan sumbu horizontal. Akan tetapi, sudunya berputar dalam bidang yang
paralel dengan tanah, seperti mixer kocokan telur. Pada umumnya, turbin yang memiliki
jumlah baling-baling yang banyak akan memiliki torsi yang besar. Turbin angin
jenis ini banyak digunakan untuk keperluan mekanikal seperti untuk pemompaan
air, pengolahan hasil pertanian, dan aerasi tambak. Sedangkan turbin angin
dengan baling-baling sedikit, digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Turbin
angin jenis ini memiliki torsi yang kecil tetapi putaran rotor yang tinggi.
Gambar dibawah ini menunjukkan beberapa model turbin angin:
Single blade
double blade three blade multi blade
Upwind down wind Enfield Andreu
Gambar. berbagai jenis turbin horizontal
Savonius Savonius
muti blade plate cuped
Gambar. Jenis turbin angin vertical tipe
drag
2.2.1.2. Komponen
turbin angin
Komponen utama turbin
angin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
1. Anemometer: Mengukur kecepatan angin, dan mengirim data angin ini ke Alat Pengontrol.
2. Blades (Bilah Kipas): Kebanyakan turbin angin mempunyai 2 atau 3 bilah kipas. Angin yang
menghembus menyebabkan turbin tersebut berputar.
3. Brake (Rem): Suatu rem cakram yang dapat digerakkan secara mekanis, dengan tenaga
listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau saat keadaan darurat.
4. Controller (Alat Pengontrol): Alat Pengontrol ini menstart turbin pada kecepatan angin kira-kira 12-25
km/jam, dan mematikannya pada kecepatan 90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di
atas 90 km/jam, karena angina terlalu kencang dapat merusakkannya.
5. Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi kira-kira 1000-1800 rpm
yaitu putaran yang biasanya disyaratkan untuk memutar generator listrik.
6. Generator: Generator pembangkit
listrik, biasanya sekarang alternator arus bolak-balik.
7. High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi): Menggerakkan generator.
8. Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros turbin yang berputar kira-kira 30-60 rpm.
9. Nacelle (Rumah Mesin): Rumah mesin ini terletak di atas menara . Di dalamnya berisi gear-box,
poros putaran tinggi / rendah, generator, alat pengontrol, dan alat pengereman.
10. Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur kecepatan rotor yang
dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu kencang.
11. Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan
rotor.
12. Wind direction (Arah Angin): pada gambar adalah turbin yang menghadap angin, desain turbin lain ada yang mendapat
hembusan angin dari belakang.
13. Wind vane (Tebeng Angin): Mengukur arah angin, berhubungan dengan penggerak arah yang memutar arah
turbin disesuaikan dengan arah angin.
14. Yaw drive (Penggerak Arah): Penggerak arah memutar turbin ke arah angin untuk desain turbin yang
menghadap angina. Untuk desain turbin yang mendapat hembusan angina dari
belakang tak memerlukan alat ini.
15. Yaw motor (Motor Penggerak Arah): Motor listrik yang menggerakkan penggerak arah.
Yang
perlu diperhatikan dalam mendesain turbin angin adalah:
1. Jumlah sudu – sudu
2. Orientasi rotor (tower up wind dan down wind)
3. Desain penghubung poros
4. Material sudu (profil dan metode konstruksi)
5. Kecepatan turbin
6. Kendali arah
7. Jenis generator (sinkron atau asinkron)
8. menggunakan gearbox atau terhubung langsung dengan
generator.
2.2.1.3. Pengontrol
instrumentasi turbin angin
Pengontrolan instrumentasi yang
diterapkan pada turbin
angin adalah :
1.
Cut out speed Adakalanya saat turbin berputar
dengan terlalu cepat dari kecepatan turbin maksimal. Disaat ini angin yang
melalui turbin justru malah ditolak oleh turbin. Sehingga turbin mengalami
perlambatan kecepatan sehingga energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik
lebih rendah dari energi optimum yang dapat dihasilkan.Oleh karena itu,
pengontrolan kecepatan angin diperlukan dengan cara cut out speed. Pengertian
cut out speed ialah kecepatan dimana turbin angin akan mengurangi kekuatatannya
untuk melindungi dirinya dari kecepatan angin yang berlebih. Kebanyakan pada
turbin angin kecil hal ini dilakukan dengan cara memasang ekor sehingga dapat
mengelak dari angin.
2.
Cut in speed Pembangkit listrik
tenaga turbin memiliki syarat kecepatan minimum untuk dapat menghasilkan
energi. Adakalanya pada saat tertentu, kecepatan angin terlalu rendah untuk
dapat memutar turbin yang dapat menghasilkan energi. Walaupun pembangkit
listrik sudah dipasang di daerah yang memiliki potensi angin baik. Oleh karena itu, pengontrolan
instrumentasi diperlukan dengan cara cut in speed. Cut in speed ialah
penambahan kecepatan perputaran turbin. Dengan cara ini pembangkit listrik
tenaga angin dapat dipertahankan energi optimumnya.
2.2.1.4.
Gaya
yang bekerja pada sudu - sudu turbin angin
Gaya-gaya yang bekerja pada sudu-sudu turbin angin pada asasnya terdiri atas tiga komponen yaitu :
·
Gaya aksial a, yang
mempunyai arah sama dengan angin. Gaya ini harus ditampung oleh poros dan
bantalan.
·
Gaya sentrifugal s,
yang meninggalkan titik tengah. Bila kipas bentuknya simetrik, semua gaya sentrifugal
s akan saling meniadakan atau resultannya sama denga nol.
·
Gaya tangensial t,
yang menghasilkan momen, bekerja tegak lurus pada radius dan yang merupakan
gaya produktif.
2.2.2. Tower
Tower/Tiang/Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi. Karena kencangnya
angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi menara makin besar tenaga
yang didapat.
Untuk pemasangan
tiang dilakukan dengan cara menyambungkan tiang satu persatu.
Tiang paling bawah memiliki engsel pada bagian
pangkalnya dan pada Tiang tertentu terdapat cuping untuk kawat sling berjumlah 3. Setiap tiang memiliki tangga. Dalam pemasangan tiang dimulai dengan
memasukkan lubang lempengan (baseplate) tiang paling bawah ke dalam baut yang
sudah ada pada pondasi, biarkan engsel baseplate terbuka sehingga tiang paling
bawah berada pada posisi duduk. (seperti gambar berikut):
Untuk menyambung
antar tiang maka Pertemukan ujung tiang satu dengan tiang yang lain dengan mempertemukan
guratan yang sama pada pertemuan flens tiang.
Masukkan baut dan kencangkan.
2.2.3. Penyimpan energi (baterai)
Karena keterbatasan ketersediaan akan energi angin
(tidak sepanjang hari angin akan selalu tersedia) maka ketersediaan listrik pun
tidak menentu. Oleh karena itu digunakan alat penyimpan energi yang berfungsi
sebagai back-up energi listrik. Ketika beban penggunaan daya listrik masyarakat
meningkat atau ketika kecepatan angin suatu daerah sedang menurun, maka
kebutuhan permintaan akan daya listrik tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu
kita perlu menyimpan sebagian energi yang dihasilkan ketika terjadi kelebihan
daya pada saat turbin angin berputar kencang atau saat penggunaan daya pada
masyarakat menurun.
2.2.4. Instalasi panel
Instalasi panel adalah salah satu bagian dari PLTB.
Dalam instalasi panel terdapat komponen – komponen yang berfungsi untuk
memanfaatkan energy listrik yang dihasilkan oleh generator dan penyalurannya
terhadap pengguna atau pemakai listrik hasil konversi energy angin menjadi
energy listrik tersebut. Dalam instalasi panel terdapat MCB,Fuse, yang
berfungsi sebagai pengaman dan inverter yang berfangsi sebagai pengubah arus DC
menjadi AC sehingga energy listrik yang dihasilkan dapat digunakan oleh beban
AC atau peralatan yang mengandung unsure arus AC. Pada instalasi panel ini
fungsi utamanya adalah untuk mengontrol dan memonitor frekuensi, daya, arus dan
tegangan yang dihasilkan oleh generator pada turbin angin dan juga yang
disuplai atau yg digunakan oleh pelanggan.
2.3. Cara
kerja PLTB
Cara kerja dari pembangkitan listrik tenaga angin ini
yaitu awalnya energi angin memutar turbin angin. Turbin angin bekerja berkebalikan dengan
kipas angin (bukan menggunakan listrik untuk menghasilkan listrik, namun
menggunakan angin untuk menghasilkan listrik). Kemudian angin akan
memutar sudut turbin, lalu diteruskan untuk memutar rotor pada generator di
bagian belakang turbin angin. Generator mengubah energi gerak menjadi energi listrik
dengan teori medan elektromagnetik,
yaitu poros pada generator dipasang dengan material
ferromagnetik permanen. Setelah itu di sekeliling poros terdapat stator yang
bentuk fisisnya adalah kumparan-kumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai
berputar maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena
terjadi perubahan fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus listrik tertentu.
Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan melalui kabel jaringan
listrik untuk akhirnya digunakan oleh masyarakat. Tegangan dan arus listrik
yang dihasilkan oleh generator ini berupa AC (alternating current) yang memiliki bentuk gelombang kurang lebih
sinusoidal. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum
dapat dimanfaatkan. Hal ini dilakukan sebagai back-up energi listrik. Ketika
beban penggunaan daya listrik masyarakat meningkat atau ketika kecepatan angin
suatu daerah sedang menurun, maka kebutuhan permintaan akan daya listrik tidak
dapat terpenuhi. Oleh karena itu kita perlu menyimpan sebagian energi yang
dihasilkan ketika terjadi kelebihan daya pada saat turbin angin berputar
kencang atau saat penggunaan daya pada masyarakat menurun.
Secara sederhana
sketsa turbin angin
adalah sebagai berikut :
Syarat – syarat dan kondisi angin yang dapat
digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari table
diatas angin untuk
kelas 3 adalah batas
minimum,
dan angin kelas 8 adalah batas maksimum dari energi angin yang dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik atau dapat dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik tenaga angin (PLTB).
2.4.
Potensi Energi dan Peluang Implementasi PLTB di Indonesia
Berdasarkan data Kementrian ESDM, Indonesia yang memiliki pantai sepanjang
80.791,42 km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan PLTB. Kecepatan
angin di Indonesia secara umum antara 4 m/detik hingga 5 m/detik. Di daerah
pantai kecepatan anginnya dapat mencapai 10 m/detik. Dengan kecepatan tersebut,
pembangunan pembangkit listrik tenaga angin masih kurang ekonomis. Namun, jika
dibangun dengan ketinggian tertentu dan diameter baling-baling yang besar dapat
dihasilkan energi listrik dengan potensi kapasitas 10-100 kW. Selain memiliki garis pantai yang sangat
besar, Indonesia memiliki sekitar 17.508 pulau
(data dari Indonesian Naval Hydro Oceanographic Office) dan pada kenyataannya
operasional PLN tidak sanggup membiayai pemasangan listrik hingga ke
pulau-pulau terpencil seperti Sapeken, maka teknologi sederhana seperti ini
tentu sangat tepat untuk dikembangkan dan dijalankan.Oleh karena itu,
sebenarnya implementasi PLTB di Indonesia sangat dibutuhkan, karena daerah
pulau pulau yang terpencil di Indonesia yang tidak bisa terjangkau listrik PLN
umumnya merupakan daerah pantai dan cocok untuk PLTB. Namun
secara komersil, PLTB memang harus memenuhi beberapa syarat, syarat-syarat
tersebut adalah:
1.
Lokasi PLTB memiliki kecepatan angin
rata-rata tahunan yang cukup (>5 m/detik) dan konsisten sepanjang tahun.
2.
Demand (kebutuhan) energi yang masih kurang
di lokasi tersebut.
3.
Jangkauan terhadap jaringan distribusi (grid)
listrik tidak terlampau jauh.
4.
Harga teknologi yang kompetitif.
5.
Harga beli listrik oleh pengguna yang tepat.
6.
Tersedianya infrastruktur pendukung yang
memadai di sekitar lokasi.
Hasil penelitian
LAPAN ada beberapa daerah yang mempunyai kecepatan angin rata –rata >5m/s
yang berpotensi untuk pembangkit tenaga angin (PLTB). Berikut ini pengelompokannya:
Kelas
|
Kecepatan
angin
m/s |
Daya
spesifik
W/m2 |
Kapasitas
kW |
Lokasi
|
Skala kecil
|
2,5-4,0
|
<75
|
s/d
10
|
Jawa,NTT,NTB,
Maluku,Sulawesi
|
Skala sedang
|
4,0-5,0
|
75-150
|
10-100
|
NTB,NTT,SulSel,
SulTra,selatan Jawa
|
Skala besar
|
>5,0
|
>150
|
>100
|
SulSel,NTB,NTT,
Pantai selatan Jawa
|
Secara umum tempat
yang cocok untuk pemasangan turbin angin antara lain adalah:
1. Celah antara gunung, tempat dijadikan nozzle yang
mempercepat aliran angin
2. Dataran terbuka. Karena tidak ada penghalang yang
dapat memperlambat angin. Daratan yang luas mempunyai potensi energi angin yang
besar.
3. Pesisir pantai. Perbedaan suhu darat dan laut
menyebabkan angin bertiup terus menerus.
Implementasi nyata PLTB di Indonesia
dapat dilihat pada tahun 2009, kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi
angin di seluruh Indonesia mencapai 1,4 MW (WWEA 2010) yang tersebar di Pulau
Selayar (Sulawesi Utara), Nusa Penida (Bali), Yogyakarta, dan Bangka Belitung.
Melihat potensi wilayah pantai yang cukup luas, pemanfaatan tenaga angin sebagai
sumber energi terbarukan di Indonesia sangat mungkin untuk dikembangkan lebih
lanjut.
2.5.
Kelebihan
dan Kekurangan PLTB
Keuntungan utama dari penggunaan pembangkit listrik
tenaga angin secara prinsipnya adalah disebabkan karena sifatnya yang
terbarukan. Hal ini berarti eksploitasi sumber energi ini tidak akan membuat
sumber daya angin yang berkurang seperti halnya penggunaan bahan bakar fosil.
Oleh karenanya tenaga angin dapat berkontribusi dalam ketahanan energi dunia di
masa depan. Tenaga angin juga merupakan sumber energi yang ramah lingkungan,
dimana penggunaannya tidak mengakibatkan emisi gas buang atau polusi
yang berarti ke lingkungan.
Penetapan sumber daya angin dan persetujuan untuk
pengadaan ladang angin merupakan proses yang paling lama untuk pengembangan
proyek energi angin. Hal ini dapat memakan waktu hingga 4 tahun dalam kasus
ladang angin yang besar yang membutuhkan studi dampak lingkungan yang luas.
Emisi karbon ke lingkungan dalam sumber listrik tenaga
angin diperoleh dari proses manufaktur komponen serta proses pengerjaannya di
tempat yang akan didirikan pembangkit listrik tenaga angin. Namun dalam
operasinya membangkitkan listrik, secara praktis pembangkit listrik tenaga
angin ini tidak menghasilkan emisi yang berarti. Jika dibandingkan dengan
pembangkit listrik dengan batubara, emisi karbon dioksida pembangkit listrik
tenaga angin ini hanya seperseratusnya saja. Disamping karbon dioksida,
pembangkit listrik tenaga angin menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen oksida,
polutan atmosfir yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembangkit listrik
dengan menggunakan batubara ataupun gas. Namun begitu, pembangkit listrik
tenaga angin ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan, terdapat beberapa masalah
yang terjadi akibat penggunaan sumber energi angin sebagai pembangkit listrik,
diantaranya adalah dampak visual , derau suara, beberapa masalah ekologi, dan
keindahan.
Dampak visual biasanya merupakan hal yang paling
serius dikritik. Penggunaan ladang angin sebagai pembangkit listrik membutuhkan
luas lahan yang tidak sedikit dan tidak mungkin untuk disembunyikan. Penempatan
ladang angin pada lahan yang masih dapat digunakan untuk keperluan yang lain
dapat menjadi persoalan tersendiri bagi penduduk setempat. Selain mengganggu
pandangan akibat pemasangan barisan pembangkit angin, penggunaan lahan untuk
pembangkit angin dapat mengurangi lahan pertanian serta pemukiman. Hal ini yang
membuat pembangkitan tenaga angin di daratan menjadi terbatas. Beberapa aturan
mengenai tinggi bangunan juga telah membuat pembangunan pembangkit listrik
tenaga angin dapat terhambat. Penggunaan tiang yang tinggi untuk turbin angin
juga dapat menyebabkan terganggunya cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah
penduduk. Perputaran sudu-sudu menyebabkan cahaya matahari yang berkelap-kelip
dan dapat mengganggu pandangan penduduk setempat.
Efek lain akibat penggunaan turbin angin adalah
terjadinya derau frekuensi rendah. Putaran dari sudu-sudu turbin angin dengan
frekuensi konstan lebih mengganggu daripada suara angin pada ranting pohon.
Selain derau dari sudu-sudu turbin, penggunaan gearbox serta
generator dapat menyebabkan derau suara mekanis dan juga derau suara listrik.
Derau mekanik yang terjadi disebabkan oleh operasi mekanis elemen-elemen yang
berada dalam nacelle atau rumah pembangkit listrik tenaga
angin. Dalam keadaan tertentu turbin angin dapat juga menyebabkan interferensi
elektromagnetik, mengganggu penerimaan sinyal televisi atau transmisi gelombang
mikro untuk perkomunikasian.
Penentuan ketinggian dari turbin angin dilakukan
dengan menganalisa data turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis
merupakan fungsi dari banyak faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran,
kecepatan angin, turbulensi aliran masuk. Derau
aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu kecepatan
perputaran rotor perlu dibatasi di bawah 70m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat
bahwa penggunaan skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah
iklim lokal maupun global karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah
turbulensi udara pada daerah atmosfir.
Pengaruh ekologi yang terjadi dari penggunaan
pembangkit tenaga angin adalah terhadap populasi burung dan kelelawar. Burung
dan kelelawar dapat terluka atau bahkan mati akibat terbang melewati sudu-sudu
yang sedang berputar. Namun dampak ini masih lebih kecil jika dibandingkan
dengan kematian burung-burung akibat kendaraan, saluran transmisi listrik dan
aktivitas manusia lainnya yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil. Dalam
beberapa studi yang telah dilakukan, adanya pembangkit listrik tenaga angin ini
dapat mengganggu migrasi populasi burung dan kelelawar. Pembangunan pembangkit
angin pada lahan yang bertanah kurang bagus juga dapat menyebabkan rusaknya
lahan di daerah tersebut.
Ladang angin lepas pantai memiliki masalah tersendiri
yang dapat mengganggu pelaut dan kapal-kapal yang berlayar. Konstruksi tiang
pembangkit listrik tenaga angin dapat mengganggu permukaan dasar laut. Hal lain
yang terjadi dengan konstruksi di lepas pantai adalah terganggunya kehidupan bawah
laut. Efek negatifnya dapat terjadi seperti di Irlandia, dimana terjadinya
polusi yang bertanggung jawab atas berkurangnya stok ikan di daerah
pemasangan turbin angin. Studi baru-baru ini menemukan bahwa
ladang pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menambah 80 – 110
dB kepada noise frekuensi rendah yang dapat mengganggu komunikasi ikan paus dan
kemungkinan distribusi predator laut. Namun begitu, ladang angin lepas
pantai diharapkan dapat menjadi tempat pertumbuhan bibit-bibit ikan yang baru.
Karena memancing dan berlayar di daerah sekitar ladang angin dilarang, maka
spesies ikan dapat terjaga akibat adanya pemancingan berlebih di laut.
Dalam operasinya, pembangkit listrik tenaga angin
bukan tanpa kegagalan dan kecelakaan. Kegagalan operasi sudu-sudu dan juga
jatuhnya es akibat perputaran telah menyebabkan beberapa kecalakaan dan
kematian. Kematian juga terjadi kepada beberapa penerjun dan pesawat terbang
kecil yang melewati turbin angin. Reruntuhan puing-puing berat
yang dapat terjadi merupakan bahaya yang perlu diwaspadai, terutama
di daerah padat penduduk dan jalan raya. Kebakaran pada turbin angin dapat
terjadi dan akan sangat sulit untuk dipadamkan akibat tingginya
posisi api sehingga dibiarkan begitu saja hingga terbakar habis. Hal ini dapat menyebarkan
asap beracun dan juga dapat menyebabkan kebakaran berantai yang membakar habis
ratusan acre lahan pertanian. Hal ini pernah terjadi pada
Taman Nasional Australia dimana 800 km2 tanah terbakar.
Kebocoran minyak pelumas juga dapat teradi dan dapat menyebabkan
terjadinya polusi daerah setempat, dalam beberapa kasus dapat mengkontaminasi
air minum.
Meskipun dampak-dampak lingkungan ini menjadi ancaman
dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin, namun jika dibandingkan
dengan penggunaan energi fosil, dampaknya masih jauh lebih kecil. Selain itu
penggunaan energi angin dalam kelistrikan telah turut serta dalam mengurangi
emisi gas buang.
•request dari temen orang gila**
BalasHapusPotensi Energi PLTB di Dunia dan Indonesia
Kebutuhan akan energi listrik semakin berkembang di kehidupan masyarakat sehari-hari. Potensi energi bayu/angin adalah salah satu sumber energi alternative yang ramah lingkungan yang dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan akan energi listrik. Permasalahannya adalah tidak semua daerah-daerah di dunia, khususnya daerah-daerah di Indonesia, memiliki potensi energi angin.
Pada saat ini, di beberapa daerah di dunia ditemukan potensi angin dengan kecepatan tinggi, yakni 6,9 m/detik. Daerah-daerah yang memiliki potensi besar tersebut berada di Eropa Utara (sepanjang Laut Utara), Amerika selatan dan Australia bagian Tasmania. Amerika Utara, yang memiliki potensi kecepatan angin yang paling tinggi, memiliki kecepatan angin yang paling konsisten berada di daerah Great Lakers dan angin laut sepanjang pantainya. Berdasarkan penelitian para ahli, angin berhembus dengan kecepatan 8,6 m/detik di atas lautan dan mendekati 4.5 m/detik ketika mencapai daratan.
Sebenarnya, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki peta komprehensif mengenai informasi daerah-daerah mana saja yang memiliki potensi besar untuk menghasilkan listrik. Hal ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pengembangannya sangat mahal, mencapai miliaran rupiah.
Sementara ini, berdasarkan hasil pemetaan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) di 120 lokasi yang ada di Indonesia, didapatkan beberapa daerah yang memiliki kecepatan angin di atas 5 m/detik. Daerah-daerah tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Jawa. Angin dengan kecepatan ini tergolong berskala menengah dengan potensi kapasitas 10 hingga 100 kW.
Meskipun demikian, dengan kecepatan angin yang umumnya di bawah 5,9 m/detik secara ekonomi kurang layak untuk membangun pembangkit listrik. Hal ini disebabkan, ketika dibandingkan, biaya yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga bayu/angin ini lebih besar dari hasil yang bisa didapatkan ketika pembangkit listrik ini dijalankan. Tetapi, bukan berarti pembangkit listrik tenaga bayu/angin ini tidak bermanfaat, butuh penelitian lebih lanjut untuk memaksimalkan potensi energi ini.
Di seluruh daerah Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kW sudah dibangun. Pada tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit.
lagi dan lagi.
BalasHapusProblem Teknis yang Dihadapi PLTB
1. Kecepatan Angin
Variable angin menimbulkan masalah manajemen sistem jaringan listrik lebih sedikit daripada yang diharapkan oleh pihak-pihak yang skeptis. Ketidakstabilan permintaan energi dan kebutuhan untuk melindungi gagalnya pembangkit listrik konvensional memenuhi kebutuhan tersebut, sesungguhnya membutuhkan sistem jaringan listrik yang lebih fleksibel daripada tenaga angin, dan pengalaman dunia nyata telah menunjukan bahwa sistem pembangkit listrik nasional mampu menjalankan tugas tersebut. Pada malam berangin, sebagai contoh, turbin angin 50% pembangkit listrik di bagian barat Denmark, tapi kekuatannya telah terbukti dapat diatur.
PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu/angin) saat ini cukup menjadi primadona di dunia barat dikarenakan potensi angin yang mereka miliki (daerah sub tropis) sangat besar. Berangsur-angsur tapi pasti, PLTN mulai diganti dengan penggunaan PLTB ataupun pembangkit renewable lainnya. Perlu diingat di lokasi-lokasi tersebut size kapasitas PLTB mereka sudah besar–besar (Min 1 MW). PLTB ukuran kecil seperti di Nusa penida dengan kapasitas 80 kW sangat teramat jarang sekarang ini. Untuk di Indonesia, dengan iklim tropisnya mungkin akan cukup sulit untuk menemukan daerah dengan potensi angin (distribusi anginnya) yang konstan/baik. Ada beberapa daerah di Indonesia yang katanya memiliki kecepatan angin cukup tinggi (gust wind) berdasarkan survei yang dilakukan selama 3 bulan, tapi hal ini tidak berguna bagi PLTB bila kecepatan angin itu hanya cuma bertahan beberapa menit/detik saja dan kemudian hilang. Perlu adanya survei/studi berkesinambungan yang memerlukan data selama minimal satu tahun untuk mevalidasi potensi angin didaerah tersebut. Rata-rata PLTB yang dijual di pasaran untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 kW), cut in dan cut out mereka adalah 3 dan 25 m/s dengan kecepatan optimumnya adalah 12 m/s.Di dunia saat ini banyak ditemukan PLTB stand alone yang beredar dipasaran (untuk ukuran 10 kW). Penggunanya adalah daerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh ataupun terlalu mahal untuk dihubungkan oleh grid. Kebanyakan dari mereka tidak pure hanya menggunakan PLTB tapi juga menggunakan PV.Selain karena disebabkan kebutuhan listrik yang cukup besar juga disertai dengan diversikasi energi apabila tiba-tiba tidak terdapat anginya yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia saat ini untuk daerah-daerah terpecil seperti di kepulauan-kepulauan, diperlukan hybrid system antara potensi renewable energy yang ada di lokasi (seperti PLTB-PLTsurya-baterai, PLTB-PLTMH-Fuel Cell, dll). Akan tetapi perlu menjadi catatan, semua teknologi untuk penggunaan energi-energi tersebut masih cukup mahal bila dilihat dari kelayakan ekonominya terutama FC dan PLTSurya.
2. Resiko Kincir
Kelemahan listrik tenaga angin pada bunyi bising kincir dan resiko tersambar petir serta tidak cocok untuk daerah jalur penerbangan. Apalagi kalau banyak yang bermain layang-layang atau banyak burung terbang jadi mudah tersangkut. Hal ini juga berpengaruh pada dampak lingkungan yang disebabkan pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Angin skala besar.
sing gawe bener songko masalah.
BalasHapusKarena kecepatan angin yang diperlukan untuk memutar kincir sangat bergantung pada alam maka pada pembangkit listrik tenaga angin ini dilengkapi dengan charger baterai/aki,sehingga pada saat kecepatan angin cukup untuk menghasilkan listrik,listrik yang dihasilkan disimpan dalam baterai/aki dan dapat digunakan saat turbin angin tidak beroperasi. Kombinasi dari penggunaan listrik tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga micro hidro mampu mengatasi krisis energi dan mengurangi pencemaran lingkungan. Untuk tenaga angin selama kincir berputar maka suplai listrik terus terpenuhi walau hari sudah gelap. Ingatlah bahwa matahari meradiasi 1,74 x 1.014 kilowatt jam energi ke bumi setiap jam. Jadi bumi menerima 1,74 x 1.017 watt daya. Dengan menggabungkan dua atau lebih energy konvensional maka hal ini dapat menutupi kekurangan energy yang diakibatkan kelemahan-kelemahan dari pembangkit listrik tenaga angin tersebut
Penciptaan jaringan listrik yang super mengurangi masalah ketidakstabilan angin. Caranya dengan membiarkan perubahan pada kecepatan di wilayah-wilayah berbeda untuk diseimbangkan satu sama lain. Perkembangan tenaga angin berkembang dengan pesat saat ini, namun demikian masa depan tenaga ini belum terjamin. Saat ini tenaga angin telah dimanfaatkan oleh sekitar 50 negara di dunia. Namun sejauh ini kemajuan itu disebabkan oleh usaha segelintir pihak, yang dipimpin oleh Jerman, Spanyol dan Denmark. Negara-negara lain perlu untuk memperbaiki industri tenaga angin secara dramastis jika target global ingin dicapai. Oleh karena itu prediksi untuk menjadikan tenaga angin dapat memasok energi dunia sebesar 12 persen pada tahun 2020 sebaiknya tidak dilihat sebagai hal yang pasti, tapi sebagai tujuan—satu kemungkinan masa depan yang kita bisa pilih jika kita mau.
• Potensi PLTB di Indonesia
BalasHapusEnergi angin merupakan salah satu potensi energi terbarukan yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap kebutuhan energi listrik domestik, khususnya wilayah terpencil. Pembangkit energi angin yang biasa disebut Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) ini bebas polusi dan sumber energinya yaitu angin tersedia di mana pun, maka pembangkit ini dapat menjawab masalah lingkungan hidup dan ketersediaan sumber energi.
Berdasarkan data Blueprint Energi Nasional, Departemen ESDM RI, dapat dilihat bahwa potensi PLTB di Indonesia sangat menarik untuk dikembangkan karena dari potensi sebesar 9,29 GW, baru sekitar 0,5 GW yang dikembangkan, yang berarti baru sekitar 5,38%. Secara implisit, hal ini menyiratkan bahwa jumlah penelitian dan jumlah peneliti yang tertarik mengembangkan teknologi ini masih sangat sedikit. Prospek pengembangan teknologi ini masih sangat tinggi. Beberapa daerah di Indonesia yang memiliki potensi pengembangan PLTB antara lain NTB, NTT, Maluku, dan wilayah-wilayah Indonesia bagian timur lainnya. Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kecepatan angin rata-rata sekitar 4 m/s, kecuali di daerah-daerah yang disebutkan di atas. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional mengukur kecepatan angin di Indonesia Timur dan menyimpulkan daerah dengan kecepatan angin tinggi adalah Nusa Tenggara Barat dan Timur dan Sulawesi. Kupang merupakan lokasi dengan potensi paling besar karena memiliki kecepatan angin sebesar 5,5 m/detik.
Oleh sebab itu, PLTB yang cocok dikembangkan di Indonesia adalah pembangkit dengan kapasitas di bawah 100 kW. Tentu saja ini berbeda dengan Eropa yang berkonsentrasi untuk mengembangkan PLTB dengan kapasitas di atas 1 MW atau lebih besar lagi untuk dibangun di lepas pantai. Namun melihat potensi wilayah pantai di Indonesia yang cukup luas, pemanfaatan tenaga angin sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut.
Berdasarkan data implementasi Energi Baru Terbarukan (EBT) di tahun 2009, kapasitas PLTB di Indonesia baru mencapai 3 MW. Padahal total potensi daya dari energi angin di Indonesia mencapai 9,29 GigaWatt (GW) atau 46,1 juta setara barel minyak (SBM).
Oleh karena itu, dalam RIPEBAT di tahun 2010, PLTB diharapkan meningkat 4 MW, di tahun 2015 sebesar 40 MW, menjadi 128 MW di tahun 2020 dan pada tahun 2025 ditargetkan 256 MW.
Peta jalan pengembangan PLTB yang dikeluarkan Kementrian ESDM menargetkan dibangunnya instalasi berkapasitas total 256 MW, baik tersambung dengan jaringan listrik ataupun tidak pada tahun 2025. Saat ini LAPAN, bersama dengan Institut Teknolog Bandung (ITB) tengah mengembangkan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) berdasarkan rotor Savonius dan Windside. Sistem ini telah berhasil membuat system berukuran 50 kW dan tengah melakukan penelitian dan pengembangan untuk turbin berkapasitas 300 kW.
Masalah utama dari penggunaan PLTB di Indonesia adalah ketersediaannya yang rendah. Untuk mengatasi masalah ini maka PLTB harus dioperasikan secara paralel dengan pembangkit listrik lainnya. Pembangkit listrik lainnya bisa berbasis SEA atau pembangkit konvensional. Walaupun sebuah PLTB hanya membangkit daya kurang dari 100 kW, kita bisa membangun puluhan PLTB dalam satu daerah. Dengan memanfaatkan PLTB maka kebutuhan akan bahan bakar fossil akan jauh berkurang. Selain mengurangi biaya operasi, penggunaan PLTB akan meningkatkan jaminan pasokan energi suatu daerah. Di daerah kepulauan seperti halnya NTB dan NTT, yang mana semua kebutuhan energinya harus didatangkan dari daerah lain, keberadaan PLTB akan membantu meningkatkan kemandiriannya. Di banding dengan diesel, PLTB mempunyai potensi mengurangi emisi CO2 sebesar 700 gram untuk setiap kWh energi listrik yang dibangkitkan.
Komponen-komponen PLTB dari ukuran besar pada umumnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini sedangkan PLTB untuk ukuran kecil biasanya tidak semua komponen ada seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini:
BalasHapus1. Anemometer: Mengukur kecepatan angin, dan mengirim data angin ini ke Alat Pengontrol.
2. Blades (Bilah Kipas): Kebanyakan turbin angin mempunyai 2 atau 3 bilah kipas. Angin yang menghembus menyebabkan turbin tersebut berputar.
3. Brake (Rem): Suatu rem cakram yang dapat digerakkan secara mekanis, dengan tenaga listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau saat keadaan darurat.
4. Controller (Alat Pengontrol): Alat Pengontrol ini menstart turbin pada kecepatan angin kira-kira 12-25 km/jam, dan mematikannya pada kecepatan 90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di atas 90 km/jam, karena angina terlalu kencang dapat merusakkannya.
5. Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi kira-kira 1000-1800 rpm yaitu putaran yang biasanya disyaratkan untuk memutar generator listrik.
6. Generator: Generator pembangkit listrik, biasanya sekarang alternator arus bolak-balik.
7. High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi): Menggerakkan generator.
8. Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros turbin yang berputar kira-kira 30-60 rpm.
9. Nacelle (Rumah Mesin): Rumah mesin ini terletak di atas menara . Di dalamnya berisi gear-box, poros putaran tinggi / rendah, generator, alat pengontrol, dan alat pengereman.
10. Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur kecepatan rotor yang dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu kencang.
11. Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan rotor.
12. Tower (Menera): Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi. Karena kencangnya angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi menara makin besar tenaga yang didapat.
13. Wind direction (Arah Angin): pada gambar adalah turbin yang menghadap angin, desain turbin lain ada yang mendapat hembusan angin dari belakang.
14. Wind vane (Tebeng Angin): Mengukur arah angin, berhubungan dengan penggerak arah yang memutar arah turbin disesuaikan dengan arah angin.
15. Yaw drive (Penggerak Arah): Penggerak arah memutar turbin ke arah angin untuk desain turbin yang menghadap angina. Untuk desain turbin yang mendapat hembusan angina dari belakang tak memerlukan alat ini.
16. Yaw motor (Motor Penggerak Arah): Motor listrik yang menggerakkan penggerak arah.
izin sedot gan :D
BalasHapus