BAB III
TEORI DASAR
3.1. Pendahuluan
Saat ini kebutuhan listrik
adalah kebutuhan utama bagi semua lapisan masyarakat, seperti publik, bisnis,
industri, maupun sosial. Hampir di semua sector masyarakat memerlukan energi
listrik untuk menjalankan kegiatan untuk masing-masing kepentingan. Agar
kebutuhan listrik di semua sector ini dapat dipenuhi maka diperlukan suatu sistem
tenaga listrik yang andal agar pasokan listrik dapat terjaga dan merata distribusinya
untuk semua wilayah yang membutuhkan. PLN adalah perusahaan di Indonesia yang
bertanggung jawab mengemban tugas mulia ini, baik dari segi pembangkitan,
transmisi, dan distribusi. Jaringan distribusi adalah ujung tombak dari PLN,
karena jaringan distribusi ini adalah sisi yang paling dekat dengan pelanggan
atau beban. Jaringan ini dibedakan menjadi jaringan distribusi primer dan
sekunder, jaringan distribusi primer adalah jaringan dari trafo gardu induk
(GI) sampai ke gardu distribusi, sedangkan jaringan distribusi sekunder adalah
jaringan dari gardu distribusi sampai ke pelanggan atau beban. Jaringan distribusi
primer lebih dikenal dengan jaringan tegangan menengah ( JTM 20kV) sedangkan
distribusi sekunder adalah jaringan tegangan rendah ( JTR 220V/380V ).
Dalam
pendistribusian tenaga listrik ke pelanggan, terjadinya gangguan merupakan suatu masalah yang tidak dapat
dihindari. Salah satu sumber gangguan yang terjadi adalah kurang baiknya sistem pentanahan
(grounding) pada trafo distribusi 20kV. Sistem pentanahan (grounding) yang tidak baik atau tidak
mengikuti standar pentanahan yang benar, tidak hanya akan menimbulkan gangguan
pada distribusi energi listrik saja, melainkan juga akan mengancam keselamatan
manusia, baik pekerja PLN maupun masyarakat sekitar. Keandalan penyaluran
energi listrik
salah satu faktornya ditentukan oleh keandalan trafo distribusi, maka pemeliharaan trafo distribusi
harus benar – benar diperhatikan dari segala kemungkinan yang dapat mengganggu sistem kerja
trafo distribusi.
3.2. Gambaran
Umum Sistem Ketenagalistrikan
Energi listrik sebagai salah satu bentuk energi yang paling efektif dan
efisien, keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik bagi para pelanggan, diperlukan berbagai peralatan
listrik. Peralatan tersebut dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu
sistem tenaga listrik.
Sistem tenaga listrik didefinisikan sebagai sekumpulan Pusat Listrik dan
Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama laian saling terhubung oleh Jaringan
Transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Masing-masing bagian
mempunyai fungsi yang berbeda-beda, tetapi antar bagian saling bekerja sama
untuk melaksanakan suatu proses operasi sistem tenaga listrik. Gambar 4.1
menunjukkan berbagai bagian dari sistem tenaga listrik dalam skema garis
tunggal.
Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri
atas empat unsur yaitu, pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemakaian
tenaga listrik. Pembangkitan tenaga listrik terdiri atas berbagai jenis pusat
tenaga listrik, seperti pusat listrik tenaga air (PLTA), pusat listrik tenaga
uap (PLTU), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN), pusat listrik tenaga gas
(PLTG), dan pusat listrik tenaga diesel (PLTD). Letak pusat tenaga listrik, dan
hal ini terutama berlaku bagi pusat listrik tenaga air, sering jauh dari
pusat-pusat pemakaian tenaga listrik, seperti kota dan industri. Dengan
demikian, energi listrik yang dibangkitkan di pusat tenaga listrik, sering harus
disalurkan, atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh ke pusat-pusat
pemakaian tenaga listrik. Tiba di kota, energi listrik itu harus dibagikan atau
didistribusikan kepada para pemakai atau pelanggan.
Salah satu bagian dari proses sistem tenaga
listrik adalah sistem distribusi, dimana secara garis besar proses operasi
sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain :
a)
Proses pembangkitan tenaga listrik
(PLTA,PLTU, PLTG,PLTD,PLTP, PLTN,dll).
b)
Proses transmisi daya listrik dengan
tegangan tinggi ( 30 kV, 70kV, 150 kV, 500 kV ) dari pusat-pusat pembangkit ke
gardu-gardu induk.
c)
Proses pendistribusian tenaga listrik dengan tegangan
menengah (6 kV, 12 kV atau 20 kV ) dan tegangan rendah ( 110 V, 220 V dan 380 V
) dari gardu induk ke konsumen.
Pada suatu sistem yang cukup besar, tegangan yang
keluar dari generador harus dinaikkan dulu dari tegangan menengah (tegangan
generator) menjadi tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi (tegangan
transmisi). Menyalurkan energi listrik melalui jarak-jarak yang jauh harus
dilakukan dengan tegangan yang tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang
terjadi, baik rugi-rugi energi maupun penurunan tegangan. Suatu sistem tenaga
listrik harus memenuhi syarat-syarat dasar seperti :
1.setiap saat memenuhi jumlah energi
listrik yang diperlukan consumen sewaktu-waktu
2.mempertahankan
suatu tegangan yang tetap dan tidak terlampau bervariasi, standar variasi
tegangan Indonesia adalah -10% sampai +5%.
3.mempertahankan
suatu frekuensi yang stabil dan tidak bervariasi lebih dari misalnya ±
0,2 Hz
4.menyediakan energi listrik dengan
harga yang wajar
5.memenuhi
standar-standar keamanan dan keselamatan
6.tidak mengganggu lingkungan hidup
Tegangan generator yang biasanya berupa tegangan menengah (TM) di gardu
induk (GI) melalui transformator dinaikkan menjadi tegangan transmisi, berupa
tegangan tinggi (TT) atau tegangan ekstra tinggi (TET). Standar
tegangan menengah di indonesia adalah 20kV. 150kV sampai <500kv
style="">. Dan 500 kV untuk tegangan tegangan ekstra tinggi.
Standar ini mengikuti rekomendasi dari Internacional Electrotechnical
Commission (IEC). Standar tegangan menengah untuk distribusi adalah 20 kV.
Standar Tegangan Rendah di Indonesia adalah 230V / 400V.
Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1, pada pusat
listrik tegangan generator dinaikkan di gardu induk dari tegangan generator
menjadi tegangan transmisi. Setibanya di pinggir kota, tegangan transmisi
diturunkan lagi menjadi tegangan menengah.
3.2.1
Gardu Induk (GI)
Gardu induk adalah merupakan instalasi yang
sangat penting dalam pengoperasian sistem tenaga listrik. Gardu induk pada
prinsipnya adalah pusat penerimaan dan penyaluran tenaga listrik pada tegangan
yang berbeda. Gardu induk terdapat di seluruh sistem tenaga listrik. Dimulai
pada pusat tenaga listrik dengan mempergunakan transformator daya, sebuah GI
meningkatkan tenaga menengah yang dibangkitkan oleh generator menjadi tegangan
transmisi yang diperlukan. Mendekati tempat-tempat pemakaian energi listrik,
yaitu kota atau pemakai besar seperti industri, tegangan transmisi diturunkan
kembali menjadi tegangan menengah.
Sebuah gardu induk pada umumnya terdiri atas
peralatan utama berikut : transformator daya, reaktor pembatas arus, pemutus
daya, berbagai peralatan switching (switch gear), pengamanan terhadap
petir, dan peralatan pengukuran serta proteksi.
Secara umum gardu induk dapat dibedakan dua macam, yaitu :
Ø GI
penaik tegangan
Ø GI
penurun tegangan
GI penaik
tegangan berfungsi sebagai pengumpul daya dan menyalurkannya
melalui suatu tegangan tinggi. GI ini dapat dibangun bersama-sama dengan pusat
pembangkit. Sedangkan GI penurun tegangan
ditempatkan pada pusat beban yang disalurkan melalui distribusi primer, daya
disalurkan dengan tegangan yang lebih rendah daripada tegangan yang masuk.
3.2.2
Saluran Transmisi
Energi listrik dibawa oleh konduktor, yaitu
melalui saluran transmisi dari pusat-pusat pembangkit tenaga listrik kepada
para pemakai. Agar penyediaan tenaga listrik dapat dilakukan dengan baik,
sistem tenaga listrik perlu memenuhi beberapa persyaratan dasar. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan
setiap saat, di tempat yang diperlukan, daya dan energi sebanyak yang
diinginkan yang diperlukan oleh pelanggan.
2.
Mempertahankan suatu tingkat tegangan
yang stabil, yang tidak boleh melebihi 5 persen dan kurang dari 10% dari nilai
nominal.
3.
Memepertahankan suatu tingkat
tegangan yang stabil, yang tidak boleh berubah lebih dari ± 0,2 Hz.
4.
Menyediakan energi listrik dengan harga
yang wajar.
5.
Memenuhi standar keamanan dan
keandalan.
6.
Tidak mengganggu lingkungan.
Desain saluran transmisi akan tergantung dari beberapa hal seperti :
a)
Jumlah daya yang harus
ditransmisikan.
b)
Jarak dan jenis lapangan yang harus
ditransmisikan.
c)
Biaya yang tersedia.
d)
Pertimbangan-pertimbangan lain,
misalnya masalah-masalah urban dan kemungkinan pertumbuhan beban di waktu
mendatang.
Komponen-komponen utama saluran transmisi adalah
struktur pendukung, konduktor sebagai penghantar energi, dan isolator. Struktur
pendukung terdiri atas tiang atau menara listrik yang harus memikul konduktor
pada suatu tingkat ketinggian secara aman di atas tanah. Untuk tegangan 70 kV
ke bawah dapat dipergunakan struktur pendukung berbentuk sederhana seperti
tiang listrik, terbuat dari kayu, besi ataupun beton. Untuk tegangan yang lebih
tinggi, dan diperlukan struktur pendukung yang lebih canggih, berupa menara
listrik yang dapat terbuat dari besi ataupun beton.
Konduktor untuk saluran udara tegangan tinggi
terbanyak terdiri atas kawat alumunium diperkuat baja (Alumunium Cable Steel
Reinforced, ACSR), karena memiliki ciri-ciri ekonomi yang baik. Isolator
diperlukan untuk mengaitkan konduktor pada struktur pendukung secara mekanikal
yang kuat, dan sekaligus memisahkan secara elektrikal struktur pendukung dari
konduktor. Isolator terbanyak dibuat dari porselen, gelas, ataupun bahan
sintetik. Dari sudut listrik, isolator perlu memiliki resistansi yang tinggi.
Dilihat dari segi bentuk dan pemasangan, terdapat dua jenis isolator, yaitu isolator
tumpu (pintype insulator) dan isolator gantung (suspension type
insulator).
3.3
Distribusi Daya
Listrik merupakan bentuk energi yang paling cocok dan nyaman bagi manusia
modern. Tanpa listrik infra-struktur masyarakat sekarang tidak menyenangkan.
Makin bertambahnya konsumsi listrik per kapita di seluruh dunia menunjukkan
kenaikan standar kehidupan manusia. Pemanfaatan secara optimum
bentuk energi ini oleh masyarakat dapat dibantu dengan sistem distribusi yang
efektif.
3.3.1
Klasifikasi Jaringan
Distribusi Tegangan Menengah
Sistem distribusi tenaga listrik didefinisikan sebagai bagian dari sistem
tenaga listrik yang menghubungkan gardu induk/pusat pembangkit listrik dengan
konsumen. Sedangkan jaringan distribusi adalah sarana dari sistem distribusi
tenaga listrik di dalam menyalurkan energi ke konsumen.
Dalam menyalurkan tenaga listrik ke pusat beban, suatu sistem distribusi
harus disesuaikan dengan kondisi setempat dengan memperhatikan faktor beban,
lokasi beban, perkembangan di masa mendatang, keandalan serta nilai
ekonomisnya.
A. Berdasarkan Tegangan Pengenal
Berdasarkan tegangan pengenalnya sistem jaringan distribusi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Sistem jaringan tegangan primer atau Jaringan Tegangan Menengah (JTM), yaitu berupa Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM). Jaringan ini menghubungkan sisi sekunder trafo daya di Gardu Induk menuju ke Gardu Distribusi, besar tegangan yang disalurkan adalah 6 kV, 12 kV atau 20 kV, namun sekarang yang banyak dikembangkan oleh PLN adalah tegangan 20 kV.
Jaringan tegangan
distribusi sekunder atau Jaringann Tegangan Rendah (JTR), salurannya bisa
berupa SKTM atau SUTM yang mengubungkan Gardu Distribusi/sisi sekunder trafo
distribusi ke konsumen. Tegangan sistem yang digunakan adalah 110 Volt, 220
Volt dan 380 Volt.
B. Berdasarkan Konfigurasi
Jaringan Primer
Konfigurasi jaringan distribusi primer pada suatu
sistem jaringan distribusi sangat menentukan mutu pelayanan yang akan diperoleh
khususnya mengenai kontinyuitas pelayanannya.
Ada pun jenis jaringan
primer yang biasa digunakan adalah:
1.
Jaringan distribusi pola radial
2.
Jaringan distribusi pola loop
3.
Jaringan distribusi pola grid
4.
Jaringan distribusi pola spindle
1. Jaringan Distribusi Pola Radial.
Pola radial adalah jaringan yang setiap saluran primernya hanya mampu
menyalurkan daya dalam satu arah aliran daya. Jaringan ini biasa dipakai untuk
melayani daerah dengan tingkat kerapatan beban yang rendah.
Keuntungannya ada pada kesederhanaan dari segi teknis dan biaya investasi
yang rendah. Adapun kerugiannya apabila terjadi gangguan dekat dengan sumber,
maka semua beban saluran tersebut akan ikut padam sampai gangguan tersebut
dapat diatasi.
Gambar 4.2. Pola jaringan radial
2. Pola Jaringan Distribusi Loop
Jaringan pola loop adalah jaringan yang dimulai dari suatu titik pada rel
daya yang berkeliling di daerah beban kemudian kembali ke titik rel daya
semula. Gambar (4.3) menunjukan suatu bentuk jaringan distribusi tipe loop.
Pola ini ditandai pula dengan adanya dua sumber pengisian yaitu sumber
utama dan sebuah sumber cadangan. jika salah satu sumber pengisian (saluran
utama) mengalami gangguan, akan dapat digantikan oleh sumber pengisian yang
lain (saluran cadangan). Jaringan dengan pola ini biasa dipakai pada sistem
distribusi yang melayani beban dengan kebutuhan kontinyuitas pelayanan yang
baik (lebih baik dari pola radial).
Gambar 4.3. Pola Jaringan Loop
3. Jaringan Distribusi Pola Grid
Pola jaringan ini mempunyai beberapa rel daya dan antara rel-rel tersebut
dihubungkan oleh saluran penghubung yang disebut tie feeder. Dengan
demikian setiap gardu distribusi dapat menerima atau mengirim daya dari atau ke
rel lain. Pola jaringan grid ditunjukan pada (Gambar 4.4)
Gambar 4.4 Pola Jaringan Grid
Keuntungan dari jenis jaringan ini adalah:
Ø Kontinuitas
pelayanan lebih baik dari pola radial atau loop.
Ø Fleksibel dalam menghadapi
perkembangan beban.
Ø Sesuai untuk daerah dengan
kerapatan beban yang tinggi.
Adapun kerugiannya terletak pada sistem proteksi yang rumit dan mahal dan
biaya investasi yang juga mahal.
4. Jaringan Distribusi Pola Spindel
Jaringan
primer pola spindel merupakan pengembangan dari poal radial dan loop terpisah.
Beberapa saluran yang keluar dari gardu induk diarahkan menuju suatu tempat
yang disebut gardu hubung (GH), kemudian antara GI dan GH tersebut dihubungkan
dengan satu saluran yang disebut express feeder
.
Sistem gardu
distribusi ini terdapat di sepanjang saluran kerja dan terhubung secara seri.
Saluran kerja yang masuk ke gardu dihubungkan oleh saklar pemisah, sedangkan
saluran yang keluar dari gardu dihubungkan oleh sebuah saklar beban.
Jadi sistem
ini dalam keadaan normal bekerja secara radial dan dalam keadaan darurat
bekerja secara loop melalui saluran cadangan dan GH.
Gambar 4.5
Sistem Jaringan Spindel
Keuntungan
pola jaringan ini adalah :
a.
Sederhana dalam hal teknis pengoperasiannya seperti pola
radial.
b.
Kontinuitas pelayanan lebih baik dari
pada pola radial maupun loop.
c.
Pengecekan beban masing-masing saluran lebih mudah
dibandingkan dengan pola grid.
d.
Penentuan bagian jaringan yang teganggu akan lebih mudah
dibandingkan dengan pola grid. Dengan demikian pola proteksinya akan lebih
mudah.
e.
Baik untuk dipakai di daerah perkotaan dengan kerapatan beban
yang tinggi.
3.4. Sistem Pertanahan Pada Trafo Distribusi 20 kV
Pada sistem tenaga yang semakin besar dengan panjang saluran dan besarnya
tegangan, akan menimbulkan arus gangguan yang semakin besar. Dengan demikian
apabila terjadi gangguan tanah akan semakin besar dan busur listrik tidak dapat
padam dengan sendirinya ditambah gejala-gejala busur tanah semakin menonjol.
Gejala busur tanah adalah suatu proses terjadinya pemutusan (clearing) dan
pukulan balik (restriking) dari busur listrik secara berulang-ulang. Hal ini
sangat berbahaya karena dapat menimbulkan tegangan transient yang lebih tinggi
dan dapat merusak peralatan juga akan membahayakan pekerja atau masyarakat di
sekitarnya karena akan timbul tegangan sentuh. Oleh karena itu, pada sistem tenaga
besar (pada sistem Y) titik
netral sistem ditanahkan
(digrounding) melalui tahanan atau
resitance.
Gambar. 1.
Sistem dengan grounding
3.4.1.
Metode Pertanahan Sistem Distribusi
20 kV
Pada sistem Tegangan Menengah sampai dengan 20 kV harus selalu diketanahkan karena untuk menjaga
kemungkinan terjadinya kegagalan yang sangat besar oleh tegangan transient yang
lebih tinggi yang disebabkan oleh busur tanah. Kriteria pentanahan adalah sebagai berikut :
·
Tahanan Langsung / Solid
Pentanahan ini bersifat langsung tanpa impedansi
khusus untuk sistem 3 phase 4 kawat dengan menggabungkan
antara kawat netral dengan grounding. Begitu pula dengan trafo distribusi 20 kV
yang terpasang pada jaringan, titik netral dari trafo tersebut dihubungkan
langsung secara elektris ke tanah dengan tahanan tanah harus rendah (antara 0.5
– 5 Ohm). Sistem pentanahan ini mengandalkan nilai besarnya tahanan
pengetahanan (makin kecil tahanan pentanahan makin baik) yang dipengaruhi oleh
bahan dari elektroda pentanahannya. Sistem ini banyak dipakai PLN wilayah Jawa Tengah.
Gambar.2.
Pentanahan di Jateng
·
Tahanan Rendah
Pentahanan dengan tahanan rendah yaitu antara 12 Ohm
sampai 40 Ohm yang dipakai pada saluran kabel udara tegangan menengah atau
kabel tanah untuk sistem 3 phase dan 3 kawat dengan arus gangguan maksimum 1000
A. Sistem pentanahan ini banyak dipakai PLN wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat
Gambar 3. Pentanahan di
DKI Jaya dan Jabar
·
Tahanan Tinggi
Pentanahan dengan tahanan tinggi yaitu sebesar 500
Ohm dan arus gangguan maksimal 25 A yang dipakai pada saluran tegangan menengah
20 KV untuk sistem 3 phase dan 3 kawat. Sistem pentanahan ini dipakai PLN wilayah
Jawa Timur.
Gambar.4.
Pentanahan di Jatim
3.4.2.
Pentanahan atau Pembumian
peralatan
Pentanahan peralatan adalah pentanahan bagian dari
peralatan yang pada kerja normal tidak dialiri arus. Bila terjadi hubung
singkat suatu penghantar dengan suatu peralatan akan terjadi beda potensial.
Yang dimaksud peralatan disini adalah bagian-bagian yang bersifat konduktif
seperti body trafo.
Tujuan pentanahan peralatan adalah sebagai berikut :
·
Untuk mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang
berbahaya bagi manusia dalam daerah tersebut.
·
Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya
maupun lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau
ledakan pada peralatan tersebut.
3.5. Trafo Distribusi
Transformator
adalah peralatan pada tenaga listrik yang berfungsi untuk memindahkan/menyalurkan
tenaga listrik arus bolak-balik tegangan rendah ke tegangan menengah atau
sebaliknya, pada frekuensi yang sama, sedangkan prinsip kerjanya melalui
kopling magnit atau induksi magnit, dan menghasilkan nilai tegangan dan arus
yang berbeda.
3.5.1.
Bagian-Bagian Dari Transformator :
1)
Inti Besi
Inti
besi tersebut berfungsi untuk membangkitkan fluksi yang timbul karena arus
listrik dalam belitan atau kumparan trafo, sedang bahan ini terbuat dari lempengan-lempengan
baja tipis, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi panas yang diakibatkan oleh
arus eddy (eddy current).
2)
Kumparan Primer dan Kumparan Sekunder
Kawat
email yang berisolasi terbentuk kumparan serta terisolasi baik antar kumparan
maupun antara kumparan dan inti besi. Terdapat dua kumparan pada inti tersebut
yaitu kumparan primair dan kumparan sekunder, bila salah satu kumparan tersebut
diberikan tegangan maka pada kumparan akan membangkitkan fluksi pada inti serta
menginduksi kumparan lainnya sehingga pada kumparan sisi lain akan timbul tegangan.
3)
Minyak Trafo
Belitan
primer dan sekunder pada inti besi pada trafo terendam minyak trafo, hal ini
dimaksudkan agar panas yang terjadi pada kedua kumparan dan inti trafo oleh
minyak trafo dan selain itu minyak tersebut juga sebagai isolasi pada kumparan
dan inti besi.
4)
Isolator Bushing
Pada
ujung kedua kumparan trafo baik primer ataupun sekunder keluar menjadi terminal
melalui isolator yang juga sebagai penyekat antar kumparan dengan body badan
trafo.
5)
Tangki dan Konservator
Bagian-bagian
trafo yang terendam minyak trafo berada dalam tangki, sedangkan untuk pemuaian
minyak tangki dilengkapi dengan konserfator yang berfungsi untuk menampung pemuaian
minyak akibat perubahan temperature.
6)
Katub Pembuangan dan Pengisian
Katup
pembuangan pada trafo berfungsi untuk menguras pada penggantian minyak trafo,
hal ini terdapat pada trafo diatas 100kVA, sedangkan katup pengisian berfungsi
untuk menambahkan atau mengambil sample minyak pada trafo.
7)
Oil Level
Fungsi
dari oil level tersebut adalah untuk mengetahui minyak pada tangki trafo, oil
level inipun hanya terdapat pada trafo diatas 100kVA.
8)
Indikator Suhu Trafo
Untuk
mengetahui serta memantau keberadaan temperature pada oil trafo saat beroperasi,
untuk trafo yang berkapasitas besar indikator limit tersebut dihubungkan dengan
rele temperature.
9)
Pernapasan Trafo
Karena
naik turunnya beban trafo maupun suhu udara luar, maka suhu minyaknya akan berubah-ubah
mengikuti keadaan tersebut. Bila suhu minyak tinggi, minyak akan memuai dan
mendesak udara diatas permukaan minyak keluar dari tangki, sebaliknya bila suhu
turun, minyak akan menyusut maka udara luar akan masuk kedalam tangki. Kedua
proses tersebut diatas disebut pernapasan trafo, akibatnya permukaan minyak
akan bersinggungan dengan udara luar, udara luar tersebut lembab. Oleh sebab
itu pada ujung pernapasan diberikan alat dengan bahan yang mampu menyerap
kelembaban udara luar yang disebut kristal zat Hygrokopis (Clilicagel).
10)
Pendingin Trafo
Perubahan
temperature akibat perubahan beban maka seluruh komponen trafo akan menjadi
panas, guna mengurangi panas pada trafo dilakukan pendingin pada trafo, guna
mengurangi pada trafo dilakukan pendinginan pada trafo. Sedangkan cara
pendinginan trafo terdapat dua macam yaitu : alamiah/natural (Onan) dan
paksa/tekanan (Onaf). Pada pendinginan alamiah (natural) melalui
sirip-sirip radiator yang bersirkulasi dengan udara luar dan untuk trafo yang besar
minyak pada trafo disirkulasikan dengan pompa. Sedangkan pada pendinginan paksa
pada sirip-sirip trafo terdapat fan yang bekerjanya sesuai setting
temperaturnya.
11)
Tap Canger Trafo (Perubahan Tap)
Tap
changer adalah alat perubah pembanding transformasi untuk mendapatkan tegangan
operasi sekunder yang sesuai dengan tegangan sekunder yang diinginkan dari
tegangan primer yang berubah-ubah. Tiap changer hanya dapat dioperasikan pada
keadaan trafo tidak bertegangan atau disebut dengan “Off Load Tap
Changer” serta dilakukan secara manual.
3.5.2. Gardu
Trafo Tiang
Secara umum
komponen utama gardu trafo tiang adalah sebagai berikut :
1. Transformator : berfungsi
sebagai trafo daya merubah tegangan menengah (20 kV) menjadi tegangan rendah (380/220) Volt.
2. Fuse
Cut Out (FCO) : sebagai pengaman penyulang, bila terjadi gangguan di gardu (trafo) dan
melokalisir gangguan di trafo agar peralatan tersebut tidak rusak. FCO dipasang
disisi tegangan 20 kV.
3. Arrester : sebagai
tegangan trafo terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh sambaran petir dan switcing.
4. NH
Fuse : sebagai pengaman trafo terhadap arus lebih yang
terpasang disisi tegangan rendah
220 V disebabkan karena hubung singkat dijaringan tegangan rendah maupun karena
beban lebih.
5. Grounding
Arrester : untuk menyalurkan arus ketanah disebabkan oleh tegangan lebih karena sambaran petir dan switcing.
6. Grounding
Trafo : untuk menghindari terjadi
tegangan lebih pada phasa yang sehat bila terjadi gangguan satu phasa ketanah
maupun yang disebutkan beban tidak seimbang.
3.5.3.
Standar
Pemasangan Trafo Distribusi
Gambar 5. Single Line Standar Pemasangan Trafo 1 phase
Jumper primer 1 ph
|
Pentanahan
Electrode
|
Klem body
|
BC 25 mm
|
Arrester
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
Breacker
|
Bushing sekunder
|
Bushing
primair
|
Indicator
lamp
|
Pipa pralon 5/8
|
Plaat pengikat
|
Body trafo
|
Jumper sekunder
|
Hantaran Sekunder
|
Gambar 6. Standar Pemasangan Trafo 1 phase
3.5.4.
Teori
Pemeliharaan Trafo Distribusi
Pemeliharaan jaringan distribusi pada hakekatnya
merupakan suatu pekerjaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan jaminan bahwa
suatu sistem / peralatan akan berfungsi secara optimal, umur teknisnya
meningkat dan aman baik bagi personil maupun bagi masyarakan umum. Keberhasilan
pemeliharaan sangat tergantung dari perencanaan, pelaksanaan dan ketersediaan
dana dan material.
Kinerja peralatan jaringan distribusi yang telah
beroperasi dalam kurun waktu tertentu pada umumnya akan menurun. Penurunan
kinerja ini dapat disebabkan oleh faktor eksternal seperti cuaca, polusi ,
pengaruh lingkungan, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal antara lain adalah
faktor penuaan serta penurunan kualitas komponen akibat beban lebih atau arus
hubung singkat .
Berdasarkan sifat pekerjaan, jenis pemeliharaan
peralatan dan jaringan distribusi dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
1.
Pemeliharaan
rutin ( Prefentive Maintenance)
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan
untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan tiba-tiba dan mempertahankan
unjuk kerja jaringan agar selalu beroperasi dengan keadaan dan efisiensi yang
tinggi. Kegiatan pokok
pemeliharaan rutin ini ditentukan berdasarkan periode/waktu pemeliharaan:
triwulan, semesteran atau tahunan.
Berdasarkan tingkat kegiatannya
pemeliharaan preventif dapat dibedakan atas :
·
Pemeriksaaan rutin
Pemeriksaan rutin adalah pekerjaan
pemeriksaan peralatan jaringan secara visual (inspeksi) untuk kemudian diikuti
dengan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan sesuai dengan saran-saran
(rekomendasi) dari hasil inspeksi. Contohnya pemeriksaan kondisi trafo.
·
Pemeriksaan sistematis
Pemeriksaan sistematis adalah pekerjaan
pemeliharaan yang dimaksudkan untuk menemukan kerusakan atau gejala kerusakan
yang tidak ditemukan/diketahui pada saat pelaksanaan inspeksi yang kemudian
disusun saran-saran untuk perbaikan.
2.
Pemeliharaan
korektif ( Corrective Maintenance).
Pemeliharaan korektif merupakan pekerjaaan pemeliharaan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada jaringan maupun
peralatannya. Untuk pemeliharaan secara korektif, sebisa mungkin dihindarkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Trafo distribusi merupakan suatu peralatan yang sangat
dibutuhkan dalam penyaluran tenaga listrik. Hal ini dikarenakan trafo distribusi
berfungsi sebagai alat pemindahan energi dari tegangan menengah (20 kV) ke tegangan rendah (380/220 Volt).
Memperbaiki kerusakan trafo pada umumnya memerlukan biaya yang tinggi.
Seperti halnya kondisi sistem distribusi (khususnya untuk
wilayah APJ Yogyakarta) saat ini dimana adanya beban tidak seimbang yang akan
menimbulkan adanya arus pada netral dan sistem pentanahan tidak berfungsi
(tidak sempurna/tidak ada pentanahan). Maka tidak akan ada jalur keluar bagi
arus dari ketiga phasa dan netral untuk kembali ke sumber. Akibatnya arus
tersebut hanya berputar-putar didalam phasa-phasa trafo distribusi atau
phasa-phasa beban, dimana arus dari suatu phasa akan mempengaruhi phasa lain,
dan bila jumlah arus pada suatu phasa melebihi kapasitasnya maka akan timbul
panas dan akan merusak trafo, apalagi jika terjadi gangguan misalnya : gangguan
2 phase ketanah, gangguan akibat petir dan gangguan lainnya.
(7a)
(7b)
Gambar 7a dan 7b. Single line trafo 1 dan 3 phase dimana
netral tersambung dengan pentanahan.
(8a)
(8b)
Gambar 8a dan 8b Single line trafo 1 dan 3 phase dimana
netral dan pentanahan tidak tersambung.
Kegagalan pentanahan selain dapat menyebabkan lifetime
trafo berkurang dapat juga membahayakan keselamatan manusia.
APJ Yogyakarta meliputi 8 UPJ, 8
Gardu Induk dengan jumlah penyulang sebanyak 59 penyulang. Berdasarkan data
yang diperoleh, jumlah trafo distribusi yang terpasang di wilayah APJ
Yogyakarta tahun 2010 adalah sebagai berikut :
No
|
UPJ
|
Jumlah Trafo s.d Desember 2010
|
Total
|
|
I Ø
|
3 Ø
|
|||
1
|
Jogja Selatan
|
988
|
254
|
1242
|
2
|
Jogja Utara
|
899
|
237
|
1136
|
3
|
Sleman
|
1095
|
147
|
1242
|
4
|
Kalasan
|
877
|
107
|
984
|
5
|
Bantul
|
1276
|
103
|
1379
|
6
|
Sedayu
|
990
|
121
|
1111
|
7
|
Wates
|
1398
|
41
|
1439
|
8
|
Wonosari
|
2148
|
77
|
2225
|
9661
|
1087
|
10748
|
Tabel 1. Jumlah Trafo Distribusi APJ Yogyakarta Tahun 2010
No
|
UPJ
|
Jumlah Trafo s.d Agustus 2011
|
Total
|
|
I Ø
|
3 Ø
|
|||
1
|
Jogja Selatan
|
975
|
250
|
1225
|
2
|
Jogja Utara
|
1000
|
279
|
1279
|
3
|
Sleman
|
830
|
175
|
1005
|
4
|
Kalasan
|
911
|
110
|
1021
|
5
|
Bantul
|
1272
|
110
|
1382
|
6
|
Sedayu
|
1088
|
130
|
1218
|
7
|
Wates
|
1405
|
58
|
1463
|
8
|
Wonosari
|
2153
|
77
|
2230
|
9634
|
1189
|
10823
|
No
|
UPJ
|
Trafo Rusak
s.d Desember 2010
|
Total
|
|
I Ø
|
3 Ø
|
|||
1
|
Jogja Selatan
|
13
|
3
|
16
|
2
|
Jogja Utara
|
32
|
10
|
42
|
3
|
Sleman
|
20
|
1
|
21
|
4
|
Kalasan
|
13
|
5
|
18
|
5
|
Bantul
|
21
|
4
|
25
|
6
|
Sedayu
|
17
|
8
|
25
|
7
|
Wates
|
14
|
1
|
15
|
8
|
Wonosari
|
17
|
1
|
18
|
147
|
33
|
180
|
Tabel 2. Jumlah trafo
distribusi APJ
Yogyakarta Tahun 2011
Jumlah trafo distribusi yang rusak sampai bulan Desember
2010 untuk
masing-masing UPJ di wilayah APJ adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah trafo rusak tahun 2010
No
|
UPJ
|
Trafo Rusak s.d Agustus 2011
|
Total
|
|
I Ø
|
3 Ø
|
|||
1
|
Jogja Selatan
|
3
|
5
|
8
|
2
|
Jogja Utara
|
5
|
4
|
9
|
3
|
Sleman
|
12
|
3
|
15
|
4
|
Kalasan
|
8
|
2
|
10
|
5
|
Bantul
|
8
|
1
|
9
|
6
|
Sedayu
|
10
|
1
|
11
|
7
|
Wates
|
3
|
1
|
4
|
8
|
Wonosari
|
11
|
0
|
11
|
60
|
17
|
77
|
Tabel 4. Jumlah trafo rusak tahun 2011
Sebagai contoh data pentanahan trafo distribusi dari 1
penyulang yaitu Penyulang Bantul 3.
4.1. Data Penyulang UPJ Yogya Utara :
-
Wilayah Kerja : UPJ Yogya Utara
-
Panjang Penyulang : 29.315 Kms
-
Jumlah Gardu : 186 gardu
-
Jumlah Trafo 1 Phase : 148 Bh
-
Jumlah Trafo 3 Phase : 38 Bh
-
Jumlah Pelanggan :
11.933
4.2. Data Pentanahan Trafo Distribusi 20 kV Penyulang UPJ Yogya Utara
4.2.1. Data Trafo
dengan Pentanahan yang Sempurna
4.2.2. Data Trafo dengan Pentanahan Kurang Sempurna
4.2.3. Data Trafo Yang Tidak Tersambung ke Pentanahan
4.2.4.
Data Prosentase Pentanahan Trafo
No
|
Resistance Pentanahan (Ohm)
|
Qty
|
Persentage
|
1
|
Baik (0 - 5 Ohm)
|
11
|
6%
|
2
|
Kurang Baik (>5 Ohm)
|
61
|
33%
|
3
|
Tidak Ada
|
114
|
61%
|
TOTAL
|
186
|
100%
|
Dari data di atas dapat diketahui persentase
pentanahan yang masih ada dan yang tidak ada. Trafo
distribusi yang tidak terpasang pentanahannya sekitar
61%, selain itu tahanan pentanahan yang ada pun rata-rata
diatas 5 Ohm dengan persentase 33%.
Dari data yang didapat dilapangan selain data pentanahan,
diambil juga data pembebanan (arus phasa dan arus netral). Dapat dilihat dari
data tersebut pengaruh sistem pentanahan terhadap arus netral. Jika sistem
pentanahan trafonya tidak sempurna/tidak ada maka arus netral akan besar dan
jika sistem pentanahannya sempurna arus netral tersebut akan lebih kecil
dibandingkan dengan trafo yang sempurna.
Berikut data
perbandingan sebelum sistem pentanahan diperbaiki dan sesudah diperbaiki :
Dari kondisi
tersebut dapat kita lihat bahwa jika pentanahan sempurna akan berpengaruh
terhadap sirkulasi arus phasa dan netral, tidak akan terjadi perputaran arus
hanya didalam rangkaian trafo saja, tetapi arus akan terus mengalir ke
rangkaian saluran dan beban baru kemudian akan kembali kekumparan trafo.
Sebaliknya pada
saat pentanahan tidak sempurna atau sama sekali tidak ada pentanahannya pada
trafo maka akan terjadi sirkulasi arus atau perputaran arus phasa didalam
rangkaian trafo, sehingga arus-arus akan saling mempengaruhi diantara
phasa-phasanya kemudian jika arus tersebut melebihi kapasitasnya akan
menimbulkan panas dan dapat merusak trafo tersebut.
4.3. Foto Kondisi
Trafo Dilapangan
- Foto pentanahan (grounding) trafo yang tidak terpasang
BAB
V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1.
Dari data yang diambil di lapangan untuk penyulang masih ada
trafo distribusi yang tidak digrounding dengan prosentase : 61% trafo tidak ada
sistem pentanahan (tidak digrounding), 33% trafo dengan tahanan pentanahan
tanah yang kurang sempurna dan 6% trafo yang digrounding dengan tahanan pertanahan
tanah yang sesuai standar.
2.
Pentingnya system pentanahan pada trafo distribusi adalah
untuk memproteksi trafo tersebut dari kerusakan yang disebabkan oleh arus
sirkulasi didalam rangkaian trafo ataupun kerusakan yang ditimbulkan karena
gangguan lainnya seperti : gangguan phasa ketanah ataupun gangguan yang
ditimbulkan oleh sambaran petir. Sehingga pasokan listrik tidak akan terganggu dan
keandalannya pun terjaga.
3.
Kerusakan trafo pun bisa ditimbulkan karena konstruksi
pemasangan trafo tidak sesuai standar misalnya ada sebagian trafo yang tidak
terhubung dengan arrester. Dimana arrester tersebut berfungsi untuk mencegah kerusakan
trafo yang disebabkan sambaran petir.
5.2. Saran
1.
Memasang kembali pentanahan trafo yang tidak terpasang dengan
tahanan pentanahan sesuai standar yang ada.
2.
Melakukan pemeliharaan preventif secara berkala selain
memelihara trafonya juga untuk memeriksa rangkaian kelengkapan system proteksi
misalnya jika trafo tersebut tidak digrounding maka bisa langsung dipasang.
3.
Perlu diperhatikan juga standar konstruksi gardu trafo
tiang misalnya pemasangan arrester yang terhubung dengan bushing trafo dan
grounding supaya arrester dapat berfungsi dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Artono Arismunandar, DR, M.A.Sc DR Susumu Kuwahara.1975. Buku
Pegangan Teknik Tenaga Listrik Jilid I. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha
2.
Artono Arismunandar, DR, M.A.Sc DR Susumu Kuwahara.1975. Buku
Pegangan Teknik Tenaga Listrik Jilid II. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha
3.
Standar Nasional Indonesia. 2000.Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000. Jakarta: Yayasan PUIL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar